Produk Kerajinan Papua Curi Perhatian di Pameran Dekranas, Dibuat dari Tangan Mama-Mama

Warna-warni budaya Papua Pegunungan memikat pengunjung di ajang pameran kerajinan nasional dalam rangka HUT ke-45 Dekranas yang berlangsung di BSCC Dome, Balikpapan. (Foto: Samsul/Inibalikpapan.com)

BALIKPAPAN, inibalikpapan.com — Warna-warni budaya Papua Pegunungan memikat pengunjung di ajang pameran kerajinan nasional dalam rangka HUT ke-45 Dekranas yang berlangsung di BSCC Dome, Balikpapan. Dalam stan yang kental dengan nuansa etnik, berbagai produk lokal tampil—mulai dari noken khas hingga kopi Arabika dan buah merah yang jadi primadona.

Anggota TP PKK Papua Pegunungan, Indrawati, mengatakan produk-produk yang mereka merupakan hasil karya tangan langsung mama-mama Papua. Mereka membuatnya dengan bahan yang sepenuhnya berasal dari alam sekitar.

“Bahan dasarnya dari kulit kayu, batang pakis, dan bunga-bunga alam. Itu semua menjadi kekhasan dari Papua Pegunungan yang kami bawa ke Balikpapan,” ujarnya, Kamis (9/7/2025).

Di stan tersebut, pengunjung bisa menjumpai noken aneka bentuk, rajutan tangan, hingga aksesori seperti hairpick, bros, dan anting—semuanya mereka buat dengan teknik tradisional.

Untuk pangan lokal, kopi Arabika, madu hutan, dan buah merah menjadi daya tarik tersendiri, terutama karena khasiat dan keasliannya.

“Noken, cincin, gelang, dan berbagai aksesori jadi favorit. Tapi yang paling laku kemarin itu buah merah dan kopi,” imbuh Indrawati.

Harga Terjangkau

Semua produk mereka jual dengan harga yang mereka sesuaikan seperti di daerah asal. Cincin bisa pembeli dapatkan dengan harga mulai Rp10 ribu. Sementara baju berbahan dasar noken bisa mencapai jutaan rupiah, tergantung tingkat kesulitannya.

“Kami tidak menaikkan harga karena misi utama kami adalah memperkenalkan dulu. Biar masyarakat dari berbagai daerah bisa menjangkau dan mengenal,” jelasnya.

Bagi masyarakat Papua Pegunungan, noken bukan sekadar tas. Ada makna budaya yang dalam di balik setiap simpul rajutannya. Elmina Wenda, pengrajin sekaligus pembina mama-mama noken, menjelaskan bahwa noken adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan perempuan gunung.

“Anak-anak kami sejak bayi sudah dibawa dalam noken. Makanan dan hasil hutan pun kami bawa pakai noken. Sekarang noken juga sudah diakui sebagai warisan budaya,” katanya.

Untuk membuat satu noken, prosesnya cukup panjang. Kulit kayu harus mereka ambil dari hutan, rendam, haluskan, dan pintal menjadi benang, dan baru kemudian mereka rajut secara manual. Proses serupa juga dilakukan untuk produk aksesori dan rajutan lainnya.

Lewat pameran ini, para perajin berharap masyarakat luas semakin mencintai dan mendukung produk lokal Papua Pegunungan, yang tak hanya cantik tapi juga sarat makna dan nilai budaya.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses