Rokok vs Vape, Mana yang Lebih Aman? Simak Penjelasan Dokter Paru
BALIKPAPAN, inibalikpapan.com- Indonesia telah mengukir prestasi kontroversial dengan menjadi negara yang memimpin dalam konsumsi rokok elektronik atau vape.
Data terbaru dari Statista Consumer Insights pada 2023 menunjukkan bahwa 25 persen penduduk Indonesia pernah mencoba vape. Angka ini melampaui negara-negara maju seperti Swiss, Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.
Di balik tren konsumsi ini, terdapat fakta mengejutkan yang diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Prof. Agus Dwi Susanto.
Menurut dia, alasan utama banyak orang Indonesia beralih ke vape adalah sebagai ‘terapi’ untuk berhenti merokok. Hasil riset dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan tahun 2021, yang melibatkan 937 subjek usia 18 sampai 57 tahun, mencatat bahwa 76,7 persen responden percaya bahwa vape dapat digunakan sebagai alat untuk terapi berhenti merokok, dengan keyakinan bahwa kadar nikotin dalam vape lebih rendah.
Namun, Prof. Agus memberikan klarifikasi yang krusial. Baik vape maupun rokok konvensional mengandung nikotin, zat karsinogen, dan bahan toksik lain yang sama bahanya.
“Penelitian RSUP Persahabatan tahun 2021 menunjukkan bahwa 76,7 persen responden keliru percaya bahwa kadar nikotin dalam vape lebih rendah,” ungkap Prof. Agus dilansir dari suara.com.
Ketidakpahaman ini menciptakan paradoks di tengah upaya berhenti merokok. Hasil riset Prof. Agus pada tahun 2018 menunjukkan bahwa 76,5 persen pengguna rokok elektronik mengalami ketergantungan terhadap nikotin, menunjukkan bahwa beralih ke vape bukanlah solusi yang tepat.
PDPI secara tegas menyoroti pentingnya pengaturan ketat terkait penggunaan vape untuk melindungi kesehatan masyarakat Indonesia. Dengan konsumsi vape yang terus meningkat, pernyataan ini menjadi panggilan serius untuk memperkuat kesadaran akan risiko kesehatan dan mengambil langkah-langkah preventif yang lebih serius.
BACA JUGA
