YOGYAKARTA, Inibalikpapan.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta dan Yogyakarta Youth Contemporary Art menggelar pameran seni rupa bertajuk Bergerak dalam Senyap untuk melawan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang mengancam kebebasan pers dan kebebasan berekspresi pada 16-30 Agustus 2022.

Pameran seni rupa ini digelar untuk memperingati 26 tahun kasus pembunuhan jurnalis Harian Bernas, Fuad Muhammad Syafruddin atau Udin yang pelakunya belum terungkap.

Udin ditengarai dibunuh karena menulis kasus korupsi mega proyek Parangtritis dan suap suksesi Bupati Bantul Sri Roso senilai 1 miliar kepada Yayasan Dharmais milik Presiden Soeharto saat rezim Orde Baru yang otoriter.

Saat itu menggambarkan situasi pers yang buruk karena kekuasaan Orde Baru yang otoriter sehingga membuat jurnalis tidak bisa bebas menulis berita. Serangan terhadap jurnalis tidak hanya terjadi pada era kekuasaan Soeharto. Pasca-reformasi, ancaman terhadap kebebasan pers kembali terjadi, yakni melalui RKUHP.

Tengoklah pasal-pasal yang mengatur tentang ujaran kebencian, penghinaan, penyebaran berita palsu, larangan menyebarkan ide komunisme/marxisme hingga melanggar kesusilan publik. Pasal-pasal ini membahayakan kebebasan pers dan demokrasi.

Ketentuan pidana RKUHP bisa digunakan untuk menekan dan mengancam kebebasan pers. Aparat penegak hukum bisa memenjarakan jurnalis. Contoh pasal 188 KUHP berbunyi setiap orang yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme di muka umum dengan lisan atau tulisan, termasuk menyebarkan atau mengembangkan melalui media apapun dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Jurnalis yang menulis tentang korban yang mendapat stigma atau tuduhan komunis bisa terjerat pasal itu. Pasal 218 menjelaskan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan. Pasal itu berpotensi membungkam kritik terhadap presiden sebagai pejabat publik.

Pasal 351 berbunyi setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina kekuasaan umum atau lembaga negara dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan. Jurnalis yang kritis terhadap kekuasan dan pejabat publik terancam hukuman pidana.

Selain jurnalis, RKUHP juga mengancam masyarakat sipil, satu di antaranya kalangan seniman. Karya seniman yang menyentil kekuasaan misalnya berpotensi dipersoalkan. Seniman pencipta karya yang mengkritik presiden, pejabat, dan lembaga negara bisa dipenjara.

Sebagai bentuk protes terhadap RKUHP tersebut, Yogyakarta Youth Contemporary Art menciptakan sejumlah karya seni yang dipamerkan di lima kafe, yakni Cupable Café, Mol Café, Kafe Susu Tuli atau Kasuli, Silamo Hub, dan Mergi Tresno kafe.

Di Silamo Hub misalnya terdapat sejumlah karya yang menggambarkan lini masa Udin Award sejak 1997 hingga 2022. Udin Award merupakan penghargaan yang diberikan kepada jurnalis maupun kelompok jurnalis professional yang punya dedikasi terhadap dunia jurnalistik.

Mereka juga menjadi korban kekerasan fisik dan psikis karena menjalankan tugas jurnalistik. AJI memberikan penghargaan ini untuk mendorong kebebasan pers dan berekspresi.

Tengoklah karya berjudul Bantal Jokowi yang diperoleh dari arsip Majalah Tempo pada 2020 dan majalah D&R 1998 berjudul Bantal Soeharto. Tahun 2020 Majalah Tempo mendapat Udin Award karena mengalami doxing, peretasan, kekerasan, dan kriminalisasi.

Pada saat itu, Tempo membuat kover Presiden Joko Widodo berhidung panjang seperti Pinokio dan membuat laporan investigasi berjudul Swasembada Gula: Cara Amran dan Isam.

Adapun, karya berjudul Bantal Soeharto menggambarkan kover Presiden Soeharto yang digambar dengan desain kartu Raja atau King. Tahun 1998, pemerintah nyaris menutup Majalah D&R karena sampul itu.

Saat peristiwa ini terjadi, Margiono menjadi pemimpin redaksi secara de facto/formal (nonaktif) dan Bambang Bujono yang menjadi pemimpin redaksi aktif dalam kegiatan redaksional sehari-hari.

Kejaksaan Agung memanggil keduanya. Dinding kaca kafe itu juga penuh tulisan tentang penerima Udin Award. Di tembok, kurator pameran, Anang Saptoto menggambar jurnalis Harian Riau Pos, Didik Herwanto yang dicekik personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara saat meliput jatuhnya pesawat tempur milik TNI AU pada 2012.

Di empat kafe lainnya, seniman membuat karya-karya yang menyuarakan kebebasan berpendapat dan berekspresi. Ada 20 seniman yang mengirim karya seni yang dikurasi Anang.

Selain pameran, peringatan 26 tahun kasus pembunuhan jurnalis Udin ini juga diisi dengan diskusi publik tentang RKUHP yang memberangus kebebasan pers pada 19 Agustus di Kafe Silamo pada pukul 19.00.

 Diskusi itu menghadirkan dua pembicara yakni anggota Dewan Pers Komisi Hukum dan Perundang-undangan, Arif Zulkifli dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Herlambang P. Wiratraman.

Ada juga aksi unjuk rasa dengan menutup mulut sebagai bentuk perlawanan terhadap impunitas penuntasan kasus Udin oleh Koalisi Masyarakat untuk Udin atau K@MU di depan Kantor Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Sebelumnya, demonstrasi ini digelar secara rutin setiap tanggal 16 di depan Gedung Agung Yogyaakarta.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version