Sidak DPRD Balikpapan Ungkap Dugaan Reklamasi Tak Berizin di Klandasan
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com –
Isu reklamasi ilegal kembali mencuat di pesisir Kota Balikpapan, memicu perhatian publik dan wakil rakyat. Kali ini, sorotan tertuju pada aktivitas pembangunan di sekitar Ruko Bandar, kawasan Klandasan Ulu, yang dilaporkan warga melakukan pengurukan bibir pantai tanpa izin.
Merespons laporan tersebut, Komisi III DPRD Kota Balikpapan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pada Senin pagi (2/6/2025). Kunjungan yang dipimpin Wakil Ketua Komisi III, Halili Adinegara, turut diikuti oleh beberapa anggota DPRD seperti Ari Sanda, H. Haris, Syarifuddin Odang, Hj. Suwarni, Wahyulloh Bandung, Aguslimin, Puryadi, Raja Siraj, dan Baharuddin Daeng Lala.
Turut serta dalam rombongan sidak, Kepala DPMPTSP Balikpapan Irma Pertiwi Aryana, perwakilan Satpol PP Yosep Gunawan, serta unsur Kecamatan dan Kelurahan Klandasan.
Ditemukan Bangunan Legal, Tapi Reklamasi Tak Berizin
Dalam pemeriksaan di lapangan, Komisi III DPRD memastikan bahwa dokumen kepemilikan dan izin bangunan dari pemilik ruko sudah lengkap. Sertifikat tanah, Nomor Induk Berusaha (NIB), hingga dokumen teknis bangunan telah sesuai prosedur.
Namun satu hal krusial yang belum dipenuhi adalah izin reklamasi di wilayah pesisir. “Semua dokumen bangunan lengkap, termasuk sertifikat kepemilikan dan NIB. Hanya untuk reklamasi memang belum ada izinnya. Itu kewenangan pemerintah provinsi,” jelas Halili Adinegara di lokasi.
Menurutnya, kegiatan pengurukan di bibir pantai—sekecil apa pun—wajib mengantongi izin reklamasi, terutama jika dilakukan di zona sempadan pantai yang memiliki fungsi ekologi penting.
Meski tidak ditemukan pelanggaran berat terkait struktur bangunan, Komisi III menegaskan perlunya tindak lanjut dalam bentuk Rapat Dengar Pendapat (RDP), demi menghindari polemik berkepanjangan di tengah masyarakat.
“Kita ingin masalah ini menjadi terang. Tidak menimbulkan keresahan di masyarakat. Semua pihak harus duduk bersama untuk membahas legalitas dan dampak lingkungan dari aktivitas reklamasi,” kata Halili.
Pemilik Ruko: Ini Penahan Ombak, Bukan untuk Usaha
Atek, pemilik ruko yang menjadi pusat perhatian, hadir dalam sidak dan memberikan klarifikasi langsung kepada dewan dan dinas terkait. Ia menyatakan bahwa yang dilakukan bukan reklamasi komersial, melainkan upaya perlindungan bangunan dari abrasi air laut.
“Saya hanya pasang penahan ombak agar tidak merusak ruko. Bukan reklamasi besar, dan bukan untuk perluasan usaha. Saya pikir kalau sudah punya sertifikat, sudah aman,” jelas Atek.
Ia mengaku tidak mengetahui bahwa penguatan garis pantai pun membutuhkan izin reklamasi, karena menganggap itu bagian dari perlindungan aset pribadi, bukan kegiatan usaha berskala besar.
Atek menyampaikan bahwa sebagai warga awam, ia sudah mengurus semua administrasi terkait bangunan melalui jalur resmi di Pemerintah Kota, dan berharap tidak dianggap melanggar hukum.
DPRD: Penting Sosialisasi Regulasi Pesisir
Menanggapi pengakuan Atek, Komisi III menekankan bahwa kasus ini perlu dijadikan pelajaran bersama, terutama soal kurangnya pemahaman masyarakat terhadap regulasi di wilayah pesisir.
“Banyak warga berpikir kalau punya sertifikat tanah di pinggir laut, semua sah saja. Padahal, untuk kegiatan fisik di sempadan pantai. Apalagi menyentuh zona konservasi atau perairan, ada aturan yang lebih ketat,” jelas anggota dewan Ari Sanda.
Komisi III mendorong pemerintah, khususnya dinas teknis dan aparat penegak Perda seperti Satpol PP. Untuk lebih aktif melakukan edukasi dan sosialisasi perizinan pesisir, termasuk menyasar pelaku usaha mikro dan pemilik bangunan yang berdekatan dengan garis pantai.
“Kita tidak ingin niat baik warga menjaga asetnya justru berujung pelanggaran karena minim informasi. Ini harus menjadi perhatian semua pihak,” imbuh Halili.
Langkah Selanjutnya: Koordinasi Provinsi dan Penegakan Aturan
Karena izin reklamasi merupakan kewenangan pemerintah provinsi, Komisi III menyatakan akan mendorong koordinasi lintas pemerintahan. Baik dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur maupun instansi lingkungan hidup terkait dampaknya.
Selain itu, mereka juga mendorong agar setiap kegiatan pembangunan di sempadan pantai mendapat pengawasan ketat dan kajian lingkungan. Agar tidak merusak ekosistem laut dan pesisir Balikpapan yang dikenal sebagai salah satu kawasan konservasi pesisir yang penting.
“Kita punya tanggung jawab melindungi garis pantai dari reklamasi liar. Tapi juga harus bijak terhadap warga yang tidak paham aturan. Penindakan dan pembinaan harus berjalan seimbang,” pungkas Halili.***
Editor : Ramadani
BACA JUGA
