Soal Skandal Beras, Kementan Serahkan Data ke Kapolri dan Kejagung, Kerugian Konsumen Tembus Rp99 Triliun

Cadangan beras / inibalikpapan
Cadangan beras / inibalikpapan

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan bahwa skandal besar kecurangan dalam distribusi dan mutu beras nasional kini resmi dilaporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung.

Temuan tersebut bukan sekadar pelanggaran teknis, melainkan bentuk nyata praktik mafia pangan yang merugikan negara dan masyarakat secara masif, dengan potensi kerugian publik mencapai Rp99 triliun per tahun.

Beras SPHP Dirusak Skemanya: Dikemas Ulang, Dijual Sebagai Premium

Salah satu temuan paling mencolok adalah praktik pengemasan ulang beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP)—yang seharusnya dijual dengan harga terjangkau—lalu dipasarkan kembali sebagai beras premium dengan harga tinggi.

“Kami sudah hubungi Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga seluruh data dan bukti lengkap kami serahkan. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tegas Amran, dikutip dari Info Publik

85 Persen Gagal Mutu, Harga Naik Saat Produksi Tinggi

Dari total 268 merek beras yang diuji di 13 laboratorium di 10 provinsi, sebanyak 212 merek terbukti melanggar standar mutu, takaran, dan HET. Temuan rinci menunjukkan:

  • 85,56% beras premium tidak memenuhi standar mutu
  • 59,78% dijual di atas HET
  • 21% berat kemasan tidak sesuai label

Ironisnya, anomali ini terjadi di tengah surplus produksi nasional. FAO memproyeksikan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, jauh di atas target nasional 32 juta ton. Namun, harga tetap tinggi.

“Kalau dulu harga naik karena stok menipis, sekarang stok melimpah tapi harga tetap melonjak. Ini sinyal kuat ada penyimpangan distribusi dan permainan harga,” ujar Amran.

BACA JUGA :

Kejaksaan Agung: Kerugian Ganda, Negara dan Rakyat Terdampak

Sesjam Pidana Khusus Kejagung, Andi Herman, menyatakan bahwa temuan ini bukan hanya pelanggaran administratif, tapi juga kejahatan ekonomi yang melibatkan dana subsidi negara.

“Ini markup harga dan manipulasi mutu serta berat produk. Karena beras ini menyangkut subsidi, maka kerugian bukan hanya pada konsumen, tapi juga pada keuangan negara. Penindakan hukum harus tegas sebagai efek jera,” tegasnya.

Ultimatum Polisi: Dua Minggu atau Penjara 5 Tahun Menanti

Brigjen Pol. Helfi Assegaf dari Satgas Pangan Mabes Polri memperingatkan bahwa pelaku industri pangan yang tidak segera memperbaiki praktiknya akan berhadapan dengan ancaman pidana serius.

“Kami beri waktu hingga 10 Juli 2025. Jika pelanggaran masih ditemukan, sanksinya pidana 5 tahun penjara dan denda Rp2 miliar. Label menyesatkan dan kemasan palsu adalah pelanggaran berat UU Perlindungan Konsumen,” tegasnya.

Pemerintah Tegas: Tidak Ada Toleransi untuk Mafia Pangan

Melalui siaran pers resmi, pemerintah menegaskan bahwa semua pelaku usaha pangan diberi waktu dua minggu untuk menghentikan penyimpangan, menyesuaikan harga, mutu, dan takaran, atau siap menghadapi proses hukum.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses