Tata Irawati, Guru dari Balikpapan yang Mengabdi di Pesisir Sepatin: “Mendidik di Sini adalah Cinta dan Tanggung Jawab”
SEPATIN, Inibalikpapan.com — Di tengah keterbatasan listrik, akses, dan fasilitas pendidikan, Tata Irawati, guru Bahasa Indonesia di SMP Negeri 6 Sepatin, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), menjadi simbol pengabdian tanpa batas.
Selama hampir lima tahun, perempuan asal Balikpapan ini memilih menetap di desa pesisir terpencil itu, mengabdikan hidupnya untuk mencerdaskan anak-anak di kawasan 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar).
“Awalnya saya kira lokasinya dekat, bisa bolak-balik ke darat. Tapi ternyata harus menempuh perjalanan satu setengah jam menggunakan speedboat. Dari situ saya putuskan untuk tinggal di sini,” ujarnya sambil tersenyum.
Tinggal di Tengah Keterbatasan, Mengajar dengan Ketulusan
Tata tidak menampik bahwa masa-masa awal pengabdiannya penuh tantangan. Keterbatasan fasilitas dan akses membuatnya harus beradaptasi cepat.
“Listrik baru menyala jam enam sore dan padam jam enam pagi. Tapi saya sadar, ini bagian dari proses dan pilihan hidup yang harus dijalani,” katanya.
Kondisi sosial masyarakat pesisir juga menjadi tantangan tersendiri. Banyak anak yang lebih memilih membantu orang tua melaut atau bekerja daripada melanjutkan sekolah.
Namun, berkat kerja sama antara guru, masyarakat, dan dukungan pihak luar seperti Pertamina Hulu Mahakam (PHM) melalui program CSR, semangat belajar para siswa mulai tumbuh.
“Kami terus memotivasi anak-anak agar paham pentingnya sekolah untuk masa depan mereka. Sekarang mereka sudah mulai fokus belajar, bahkan bangga dengan kemajuan sarana dan prasarana sekolah,” tuturnya.
Mengajar Jadi Panggilan Hidup
Meski jauh dari keluarga di Balikpapan, Tata tetap tegar. Ia menyebut bahwa keputusannya mengajar di daerah terpencil bukan semata pekerjaan, melainkan panggilan hati untuk berbuat bagi bangsa.
“Kalau rindu keluarga, saya telepon atau pulang saat libur panjang. Tapi bagi saya, mendidik anak-anak di sini adalah cinta dan tanggung jawab,” ujarnya penuh keyakinan.
Kisah Tata menjadi cerminan nyata bahwa pengabdian seorang guru tidak diukur dari tempat ia mengajar, tetapi dari seberapa besar dampak yang ia berikan. Di tengah keterbatasan, ia membuktikan bahwa pendidikan bisa tumbuh di mana pun, selama masih ada guru yang berjuang dengan hati.
BACA JUGA
