Terdampak Proyek Tol IKN, Warga Balikpapan Kehilangan Rumah Tanpa Ganti Rugi, Menteri Maruarar Siap Turun Tangan

Rumah warga di Km 11 Tergusur proyek Tol Balikpapan-IKN. (Foto:Dani/Inibalikpapan.com)

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Impian tinggal di rumah sendiri berubah menjadi mimpi buruk bagi Pipit, warga Kilo 11 Kelurahan Karang Joang, Balikpapan. Rumah yang ia beli secara sah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) senilai Rp330 juta kini telah rata dengan tanah akibat proyek pembangunan jalan penghubung menuju Jembatan Pulau Balang dan Tol IKN Nusantara.

Namun yang lebih menyakitkan, hingga hari ini, Pipit belum menerima sepeser pun dana ganti rugi dari negara. Dana yang sejatinya telah dititipkan di Pengadilan Negeri Balikpapan tidak bisa dicairkan karena ada satu syarat yang menurutnya “tidak masuk akal”: Ia diwajibkan terlebih dahulu melunasi KPR rumah yang sudah dihancurkan tersebut.

Dana Tak Bisa Dicairkan, Dikejar Utang Meningkat

“Saya ini rakyat kecil. Kalau punya uang Rp300 juta, saya tidak akan ambil KPR. Ini bukan soal administrasi, ini soal keadilan,” ujarnya kepada media, belum lama ini.

Ironisnya, Bank BTN tempat ia mengambil KPR tetap mengenakan bunga dan denda, meskipun rumah tersebut sudah tidak ada lagi secara fisik. Utangnya kini membengkak hampir menyamai harga rumah awal. Lebih dari itu, Pipit kini telah masuk dalam daftar hitam sistem keuangan nasional oleh OJK karena dianggap gagal bayar.

“Rumahnya sudah digusur, saya masih harus bayar cicilan, belum terima uang ganti rugi, dan sekarang malah harus ngontrak. Ini negara atau perusahaan yang merampas?” tegasnya.

Respons Cepat Maruarar: Pemerintah Harus Hadir

Dalam kesempatan terpisah, keluhan warga tersebut perhatian dari Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait mengungkapkan, bahwa ada sejumlah warga Balikpapan terdampak proyek tol IKN yang belum menerima ganti rugi karena masih memiliki cicilan KPR di Bank.

“Mereka sudah digusur, tapi belum terima ganti rugi karena harus melunasi KPR dulu. Nilai KPR-nya justru lebih tinggi dari nilai ganti rugi yang ditawarkan,” kata Maruarar

Mendengar hal itu, Maruarar langsung meminta jajaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk mengevaluasi skema pencairan ganti rugi yang membebani warga. 

“Itu memberatkan rakyat. Kalau seperti ini, kita harus cari solusi. Jangan sampai masyarakat makin menderita karena program pemerintah,” tegasnya.

Ia menambahkan, “Ini bukan sekadar administrasi. Ini soal hidup rakyat. Pemerintah tidak boleh abai terhadap keadilan sosial, apalagi ketika rakyat sudah mengorbankan rumahnya demi pembangunan nasional.”

Komitmen Fasilitasi Solusi

Maruarar juga berjanji akan memfasilitasi penyelesaian kasus-kasus seperti yang dialami Pipit dengan menggandeng pemerintah kota dan kementerian terkait.

“Kita akan duduk bersama dan cari jalan keluar yang adil. Jangan sampai proyek negara justru menciptakan ketidakadilan baru,” pungkasnya.

Kasus yang dialami Pipit mencerminkan kompleksitas pelaksanaan proyek strategis nasional di lapangan. Skema pembayaran ganti rugi yang tersandera oleh sistem perbankan seperti KPR harus ditinjau ulang secara serius. Jika tidak, pembangunan yang seharusnya membawa kemajuan justru akan meninggalkan luka sosial yang dalam.

Pipit kini hanya berharap, janji-janji yang ia dengar bukan sekadar formalitas. Ia ingin hak dasarnya sebagai warga negara hak atas tempat tinggal, keadilan hukum, dan perlakuan manusiawi dikembalikan.

“Saya tidak menuntut lebih. Saya hanya ingin keadilan,” tutupnya pelan.***

Penulis : Danny

Editor : Ramadani

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses