THM Helix Belum Layak Operasi, DLH Balikpapan Cermati SPPL yang Dikeluarkan OSS

Petugas saat mengembalikan berkas siteplant THM Helix yang tidak sesuai dengan pembangunannya. (Foto: HO Satpol PP Balikpapan)

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Pemerintah Kota Balikpapan terus menindaklanjuti polemik terkait operasional Tempat Hiburan Malam (THM) Helix di kawasan Jalan MT Haryono, Balikpapan Selatan, yang diduga beroperasi sebelum melengkapi seluruh perizinan. Kali ini, giliran Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Balikpapan yang bergerak cepat dengan menyiapkan langkah verifikasi langsung di lapangan.

Kepala DLH Kota Balikpapan, Sudirman Djayaleksana, mengatakan bahwa pihaknya akan menerjunkan tim ke lokasi THM Helix dalam waktu dekat untuk melakukan pengecekan terkait dokumen lingkungan, khususnya Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) yang diklaim telah diurus melalui sistem Online Single Submission (OSS).

“Informasi yang kami terima dari rekan-rekan di perizinan DPMTSP memang menyebutkan bahwa pihak Helix sudah mengurus SPPL lewat OSS. Tapi kami ingin pastikan apakah yang tertulis di dokumen itu benar-benar sesuai dengan kondisi di lapangan,” ujar Sudirman saat dikonfirmasi media, Rabu (11/6/2025).

Periksa Kelengkapan Dokumen

Menurut Sudirman, pengurusan SPPL secara daring memang dimungkinkan dalam sistem OSS, terutama jika jenis usaha dikategorikan sebagai kegiatan dengan dampak lingkungan rendah. Namun, dalam kasus THM Helix, ada dugaan bahwa kategori risiko lingkungan yang dimasukkan dalam OSS tidak sesuai dengan peruntukan riil dari bangunan tersebut.

“Kalau kita lihat dari site plan-nya, bangunan itu adalah hotel yang di dalamnya ada restoran dan pub. Nah, kalau benar seperti itu, maka usaha ini tidak bisa dikategorikan sebagai kegiatan dengan risiko rendah yang hanya membutuhkan SPPL. Harusnya mereka wajib UKL-UPL, bahkan mungkin AMDAL,” tegas Sudirman.

DLH akan menelusuri apakah terdapat kesalahan dalam input data OSS oleh pihak pengelola, atau ada ketidaksesuaian informasi yang bisa menyesatkan dalam proses penerbitan izin. Menurutnya, hal itu menjadi penting agar tidak terjadi penyalahgunaan sistem perizinan daring yang saat ini tengah didorong oleh pemerintah pusat.

Ia juga menjelaskan bahwa dalam tahapan pemeriksaan nanti, tim DLH tidak hanya memeriksa kelengkapan dokumen administratif, tetapi juga akan menilai kondisi fisik pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh pihak pengelola THM Helix.

“Salah satu yang pasti kami lihat nanti adalah pengelolaan air limbahnya. Apakah sudah sesuai standar, ada fasilitas IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) atau tidak, dan bagaimana sistem pembuangannya,” kata Sudirman.

Bukan Sekedar Formalitas

Jika dalam proses pengecekan ditemukan bahwa jenis usaha tidak sesuai dengan kategori risiko yang dimasukkan dalam OSS, maka DLH akan segera mengambil langkah peninjauan ulang terhadap dokumen SPPL yang telah terbit. Bahkan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan evaluasi dan pencabutan dokumen tersebut jika terbukti tidak valid.

“Karena SPPL itu bukan sekadar formalitas. Di situ pelaku usaha menyatakan komitmennya untuk mengelola dan memantau dampak lingkungan dari kegiatan usahanya. Kalau datanya tidak benar, tentu dokumen itu batal demi hukum,” tambahnya.

Sudirman menegaskan, selama proses pengecekan dan evaluasi berlangsung, pihak pengelola THM Helix tidak diperbolehkan melakukan operasional. “Kami imbau agar tidak ada aktivitas dulu sampai semua perizinan, termasuk dokumen lingkungan, benar-benar clear. Ini penting demi melindungi kepentingan publik,” ujarnya.

SPPL sendiri merupakan salah satu dokumen yang dapat diperoleh melalui OSS, khusus untuk jenis usaha dengan kategori risiko rendah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Namun, dalam praktiknya, SPPL sering kali menjadi perdebatan karena ketidaksesuaian antara data yang diinput dalam sistem dengan kenyataan di lapangan.

“Melalui SPPL, pelaku usaha menyatakan kesanggupan untuk mengelola dampak lingkungan sesuai dengan skala dan jenis usahanya. Tapi kalau ternyata usahanya berbeda dari yang dicantumkan, ya itu pelanggaran,” ungkap Sudirman.

DLH juga berharap ke depan ada integrasi data yang lebih kuat antara instansi teknis di daerah dan sistem OSS nasional. Agar tidak terjadi celah manipulasi data.

“Kalau dari luar kelihatan izinnya lengkap, tapi ternyata di lapangan tidak sesuai, itu kan berbahaya. Apalagi ini tempat hiburan malam, sensitif sekali dengan dampak sosial dan lingkungan,” jelasnya.

Belum Memiliki PBG

Sebelumnya, THM Helix juga telah disorot oleh Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Balikpapan karena belum mengantongi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) akibat tidak melampirkan site plan. Sementara itu, Satpol PP juga sudah memberi batas waktu peringatan hingga 17 Juni mendatang. Jika tidak ada upaya pemenuhan perizinan, penyegelan bisa dilakukan mulai 18 Juni.

Hingga saat ini, pihak manajemen THM Helix belum memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi beberapa kali oleh media. Operasional mereka yang sudah berlangsung sejak soft opening 10 Juni lalu. Dinilai bertentangan dengan sejumlah ketentuan administratif yang berlaku.

Pemkot Balikpapan menegaskan komitmennya untuk menegakkan aturan dan memastikan bahwa seluruh kegiatan usaha di wilayahnya berjalan sesuai prosedur dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat maupun lingkungan.***

Penulis : Dani

Editor : Ramadani

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses