Umrah Jalur Laut Masih Wacana, Menag: Belum Masuk Agenda Resmi Pemerintah
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan bahwa hingga saat ini pemerintah belum memiliki agenda resmi terkait penyelenggaraan ibadah haji dan umrah melalui jalur laut, termasuk menggunakan kapal pesiar.
Pernyataan ini disampaikan menyusul mencuatnya ide umrah laut dalam forum peluncuran The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report 2024/2025 di Gedung Bappenas, awal Juli lalu.
“Belum ada pembahasan resmi. Perhitungan waktu dan biaya juga belum pernah dibahas secara khusus,” kata Nasaruddin dalam keterangan pers, Jumat (11/7/2025).
“Tapi kalau Badan Penyelenggara Haji (BPKH) atau pihak terkait membuka diskusi lebih lanjut, bukan tidak mungkin bisa dikaji,” lanjutnya.
Umrah Laut Dinilai Inovatif, Tapi Masih Butuh Kajian Regulasi dan Infrastruktur
Wacana umrah dengan kapal pesiar pertama kali dilontarkan oleh Chairman Indonesia Halal Lifestyle Center, Sapta Nirwandar, yang menyebut rencana perjalanan umrah laut menggunakan kapal Costa Serena milik IslamiCruise asal Malaysia.
Kapal dijadwalkan berlayar 5 Januari 2026 dengan rute Port Klang – Banda Aceh – Maldives – Oman – Jeddah, dan biaya sekitar Rp60 juta per orang.
Menag Nasaruddin menyebut bahwa secara konsep, ide tersebut menarik dan punya potensi sebagai inovasi layanan ibadah dan wisata halal lintas negara.
Bahkan, Pemerintah Indonesia telah berdiskusi dengan sejumlah pejabat Arab Saudi terkait pemanfaatan pelabuhan Jeddah untuk jemaah dari kawasan Asia Tenggara.
“Saat ini akses laut ke Jeddah masih banyak dimanfaatkan negara-negara dekat seperti Mesir. Tapi peluang untuk Indonesia tetap terbuka. Kita sudah bicarakan kemungkinan itu dengan Saudi,” jelasnya.
Inovasi Wisata Halal, Tapi Bukan Solusi Massal
Meskipun terdengar menjanjikan, pemerintah mengingatkan bahwa jalur laut belum menjadi alternatif utama dalam pelayanan ibadah haji dan umrah.
Selain regulasi domestik, diperlukan pula sinkronisasi kebijakan dengan otoritas Arab Saudi, termasuk aspek visa laut, manajemen jemaah, serta standar keamanan internasional.
“Skema ini belum menjadi bagian dari kebijakan haji maupun umrah nasional. Perlu kajian komprehensif dan koordinasi lintas sektor,” tegas Menag.
Di sisi lain, Sapta Nirwandar menyebut bahwa umrah laut bisa menjadi pengalaman spiritual baru, sekaligus memperkaya pilihan jemaah kelas menengah atas yang ingin menjadikan umrah bagian dari wisata halal mewah (luxury spiritual tourism).
“Dulu, kakek saya butuh empat bulan dari Lampung ke Makkah naik kapal. Sekarang, hanya 12 malam. Ini cara baru untuk memperluas akses dan pengalaman ibadah,” ujarnya.
Umrah Laut Menarik, Tapi Belum Prioritas Pemerintah
Jika terealisasi, umrah via jalur laut akan menjadi lompatan dalam layanan ibadah modern, sekaligus membuka peluang ekonomi di sektor wisata halal dan maritim.
Namun, hingga kini, pemerintah belum menempatkan skema ini sebagai agenda resmi. Keberlanjutan gagasan ini akan sangat bergantung pada inisiatif industri dan kesiapan regulasi antarnegara. / Info Publik
BACA JUGA
