UU HKPD Dinilai Jadi Biang Kerok Polemik Pajak Bumi Bangunan di Daerah
BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyoroti polemik Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang kini mencuat di berbagai daerah.
Ia menilai persoalan tersebut berawal dari penerapan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) Nomor 1 Tahun 2022.
“Ini kan dimulai dari terbitnya Undang-Undang HKPD Nomor 1 Tahun 2022, di mana rasio pajak dinaikkan dari awalnya 0,3 persen menjadi 0,5 persen,” ujar Gus Khozin, sapaan akrabnya, dikutip darilaman DPR.
Menurutnya, polemik semakin kompleks dengan hadirnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 sebagai aturan turunan. Khozin menyebut adanya kebingungan di daerah akibat “perlakuan ganda” dari Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Tadi kita mendapatkan masukan dari Kepala Bappeda Kota Malang, bahwa ada perlakuan ganda dari Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri. Apakah daerah menggunakan tarif tunggal (single tarif) atau tarif ganda (multiple tarif),” jelasnya.
Politisi PKB ini menegaskan, penerapan tarif tunggal secara merata justru berpotensi menimbulkan gejolak sosial. Pasalnya, disparitas ekonomi antara masyarakat kaya dan miskin di Indonesia masih sangat lebar.
“Yang kaya, (makin) kaya. Yang miskin, (tetap) miskin. Kalau diterapkan single tarif, keadilan sosial tidak akan terwujud. Harus ada kategorisasi dalam penentuan tarif itu,” tegasnya.
Khozin menambahkan, Komisi II DPR RI akan meminta penjelasan resmi Kemendagri terkait regulasi PBB-P2 agar tidak menimbulkan multitafsir dan ketidakpastian hukum di daerah.
“Detailnya nanti akan kita minta penjelasan kepada Kemendagri, seperti apa sebenarnya rumusan PP sebagai turunan dari UU HKPD ini,” pungkasnya.
BACA JUGA
