WALHI Kalsel Soroti Pembentukan Kodam Baru dan Krisis Ekologis Meratus

Pegungan Meratus
Salah satu papan hutan adat yang ada di Pegunungan Meratus. (Foto: Walhi Kalsel)

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Satu tahun Pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka mendapat sorotan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan (Kalsel)

Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, Raden Rafiq, menilai kondisi lingkungan di Kalsel saat ini tengah berada dalam krisis ekologis berkepanjangan.

Ia menuding negara abai karena tak menunjukkan perhatian serius dan komprehensif terhadap persoalan lingkungan dan masyarakat adat di wilayahnya.

“Kalsel saat ini mengalami krisis ekologis yang berkepanjangan tanpa ada perhatian komprehensif dari negara. Ini mencederai kebhinnekaan dalam berbangsa, sama saja negara menegasikan keberadaan masyarakat adat,” tegas Rafiq dalam keterangan tertulis WALHI.

Rafiq juga menyoroti kebijakan pembentukan Komando Daerah Militer (Kodam) baru yang dinilai tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat adat di Pegunungan Meratus.

Menurutnya, langkah tersebut tidak menjawab persoalan utama masyarakat lokal, seperti ancaman deforestasi, konflik agraria, dan degradasi lingkungan yang terus berlanjut di kawasan tersebut.

“Alih-alih memperkuat perlindungan warga dan hutan adat, kebijakan ini justru memperdalam jarak antara negara dan masyarakat,” ujarnya.

Kasus Keracunan MBG

Selain soal ekologi, WALHI Kalsel juga menyoroti kasus keracunan dalam proyek Makan Bergizi Gratis (MBG) di salah satu kabupaten di Kalsel Rafiq menilai kejadian itu sebagai bukti lemahnya pengawasan dan implementasi program pemerintah di lapangan.

“Program MBG juga jadi persoalan di Kalsel. Ada temuan kasus keracunan akibat proyek ini. Pemerintah harus menghentikan sementara dan melakukan evaluasi menyeluruh,” desak Rafiq.

Krisis Lingkungan dan Kebijakan Tidak Pro Rakyat

Menurut WALHI, kondisi di Kalsel mencerminkan arah pembangunan nasional yang semakin menjauh dari prinsip keadilan ekologis. Eksploitasi sumber daya alam yang masif tanpa kendali hanya memperburuk krisis ekologis dan mempersempit ruang hidup masyarakat adat.

WALHI menegaskan, negara tidak bisa lagi menutup mata terhadap dampak sosial dan lingkungan dari kebijakan yang lebih berpihak pada investasi ketimbang keselamatan rakyat dan bumi. / suara.com

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses