XR Kaltim Kritik Keras Komitmen Indonesia di COP30: Transisi Energi Dinilai Hanya Tipu-Tipu

XR Kaltim Bunga Terung sebut deforestasi Kaltim makin melonjak

SAMARINDA, Balikpapan.com — Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-30 (COP30) yang tengah berlangsung di Belém, Brasil, menjadi sorotan aktivis lingkungan di Kalimantan Timur (Kaltim)

Delegasi Indonesia yang berjumlah 450 orang dipimpin Utusan Khusus Presiden Bidang Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusuma, mengusung isu percepatan transisi energi dan perdagangan karbon sebagai agenda utama.

Namun, Extinction Rebellion Kaltim (XR Kaltim Bunga Terung) menilai komitmen tersebut hanya kuat di konsep, tetapi lemah di tindakan. Dengan nilai proyek mencapai USD 25–30 miliar hingga 2030 (setara Rp350–420 triliun), Indonesia disebut masih membiarkan kerusakan hutan dan ekspansi tambang atas nama energi bersih.

Menurut XR Kaltim, proyek-proyek transisi energi justru kerap dijadikan dalih untuk membuka kawasan hutan bagi tambang mineral, pembangkit listrik untuk industri baterai, hingga pembangunan PLTS skala besar. Alih-alih menekan emisi, yang terjadi justru perluasan eksploitasi sumber daya alam seperti batu bara, nikel, dan pasir silika.

Kaltim Masih “Kecanduan” Batu Bara

Kalimantan Timur disebut sebagai contoh paling jelas gagalnya transisi energi Indonesia. Meski memasuki era energi hijau, provinsi ini tetap menjadi produsen batu bara terbesar nasional, dengan produksi yang melonjak dari 268 juta ton (2020) menjadi 368 juta ton pada 2024, atau 44 persen produksi nasional.

Lonjakan produksi tersebut juga diikuti kerusakan lingkungan. Deforestasi Kaltim pada 2024 mencapai 44.483 hektare, tertinggi di Indonesia. Kabupaten Kutai Timur menjadi episentrum kehilangan hutan dengan 16.578 hektare, yang didominasi perluasan tambang batu bara.

XR Kaltim Ajukan Tiga Tuntutan

Menanggapi situasi ini, XR Kaltim mendesak pemerintah pusat dan Pemprov Kaltim untuk mengambil langkah konkret dalam transisi energi. Ada tiga tuntutan utama:

  1. Menghentikan ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk pemutusan pasokan batu bara ke smelter-smelter nikel.
  2. Mengakhiri proyek transisi energi yang dinilai “tipu-tipu”, dan memastikan seluruh program dilakukan secara adil, berkelanjutan, serta melindungi lingkungan dan hak masyarakat.
  3. Mengutamakan partisipasi publik dengan mekanisme veto masyarakat dalam setiap keputusan terkait transisi energi.

XR Kaltim menilai tanpa perubahan kebijakan yang menyeluruh dan berorientasi pada keadilan ekologis, komitmen Indonesia di panggung COP30 hanya akan menjadi slogan tanpa dampak nyata. ***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses