Ajudan Gubernur Kaltim Intimidasi Jurnalis Ketika Liputan, AJI Samarinda: Melanggar UU Pers

Dua insiden intimidasi terhadap jurnalis terjadi saat peliputan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar yang dihadiri Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. Dalam dua kejadian berbeda, ajudan gubernur diduga mengintimidasi sejumlah wartawan, baik secara verbal maupun fisik, saat mereka menjalankan tugas jurnalistik. (Foto: Tangkapan Layar)

SAMARINDA, inibalikpapan.com — Dua insiden intimidasi terhadap jurnalis terjadi saat peliputan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar yang dihadiri Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud. Dalam dua kejadian berbeda, ajudan gubernur diduga mengintimidasi sejumlah wartawan, baik secara verbal maupun fisik, saat mereka menjalankan tugas jurnalistik.

Insiden pertama terjadi Sabtu malam (19/7) sekitar pukul 23.00 WITA, ketika para wartawan mewawancarai Rudy usai terpilih sebagai ketua DPD Golkar Kaltim. Seorang ajudan pria berbadan tegap meminta wartawan menghentikan wawancara dengan gestur mengintimidasi. Bahkan sempat menyentuh beberapa jurnalis. Salah satu wartawan mengalami penekanan di pergelangan tangan dan bahu saat merekam video.

Kejadian serupa terulang Senin (21/7) seusai kegiatan resmi. Seorang ajudan perempuan melontarkan kalimat bernada tinggi kepada jurnalis yang sedang bertanya, bahkan mengancam akan “menandai” wartawan tersebut. Setelah sesi doorstop berakhir, ajudan itu bersama seorang ajudan pria mendatangi wartawan bersangkutan dan meminta identitas.

Menanggapi peristiwa ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Samarinda mengecam keras tindakan intimidasi yang mereka nilai sebagai bentuk penghalangan kerja jurnalistik dan ancaman terhadap kebebasan pers.

“Tindakan seperti ini merupakan pelanggaran hukum dan bentuk penghalangan terhadap kebebasan pers. Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers,” tegas Ketua AJI Samarinda, Yudha Almerio, Senin (22/7/2025).

AJI Minta Gubernur Kaltim Minta Maaf

AJI menuntut Rudy Mas’ud bertanggung jawab atas sikap ajudan-ajudannya dan meminta maaf secara terbuka. “Permintaan maaf itu penting sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik kepada publik,” kata Yudha.

AJI juga mendesak evaluasi standar etika ajudan pejabat publik terhadap jurnalis dan pemberian sanksi kepada oknum yang terlibat.
“Kami mengajak semua pihak, baik pejabat publik, tokoh politik, maupun aparat keamanan, untuk memahami dan menghormati kerja jurnalistik sebagai bagian dari demokrasi. Jurnalis bukan musuh, tetapi mitra dalam menyediakan informasi bagi masyarakat,” tegasnya.

AJI turut mengajak media, organisasi profesi, dan masyarakat sipil mengawal kasus ini agar tidak berlalu tanpa tindak lanjut. “Solidaritas antar pewarta penting untuk memastikan ruang kerja yang aman dan bebas dari kekerasan,” tutup Yudha.***

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses