BALIKPAPAN, Inibalikpapan..com – Seorang ibu warga perumahan PT HER II  Sepinggan Balikpapan terlihat emosional ketika mengetahui anaknya tidak diterima di SMP negeri, padahal nilai anaknya cukp tinggi.

“Nilai anak saya itu tinggi rata-rata 8 tapi gak bisa masuk sekolah, karena zonasinya anak saya di PT HER II” ujar Anggi ibu paruhbaya itu, Senin (21/06/2021)

“Anak saya rata-rata 8 semua nilainya, gak bisa masuk, terlempar semua, gak ada konfirmasi,”

Anaknya tak masuk seleksi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) online sistem zonasi. Dia justru mempertanyakan kebijakkan zonasi. Karena ada yang lolos seleksi jarak rumahnya nol kilometer.

“Sedangkan ada yang urutan pertama nol kilometer. Nol kilometer itu dimana rumahnya? di daerah sekolah,” ujarnya.

Dia menilai, kebijakkan tersebut tidak adil. Karena asal rumah dekat peluang keterima lebih besar. Untuk zonasi rumahnya SMP Negeri 14, SMP Negeri 5, SMP negeri 18 dan SMP negeri 10.

“Jadi kalau pakai sistem zonasi gak usah sudah ngeles, satu kita dekat saja sekolahan pasti masuk sudah itu,” ujarnya.

Bahkan kata dia, tak ada anak yang tinggal di Kompleks HER II diterima. Karena jika harus sekolah di swasta, biaya yang harus dikeluarkan cukup besar. Sehingga dia menginginkan anaknya di sekolah negeri.

“Bagaimana caranya kalau begitu negara mau cerdas. Yang penting sekarang itu punya duit bisa sekolah dimana-mana. Zonanya HER II itu terlempar semua,” ujarnya.

“Kalau swasta untuk sekolah anak menegah keatas masih bisa. Kalau menegah kebawah kayak saya, kayak apa?. Anak saya bukan Cuma 1-2., anak saya 6 orang yang harus diperjuangkan,”

Dia merasa tak sanggip jika harus menyekolahkan anaknya disekolah swasta. Karena sang suami hanya bekerja dibengkel. Belum biaya lain yang harus dikeluarkan setiap bulan.

“Gaji dibengkel berapa, belum bayar rumah. Belum bayar lain-lainnya. Kalau begitu sama saja kita dipersulit,” ujarnya.

 Dia pun bingung harus menyekolahkan anaknya. Karena tidak diterima di SMP Negeri. Padahal sudah dikutikan bimble agar bisa meraih nilai yang tinggi. Namun juga akhirnya gagal masuk.

“Terus sekolah dimana anak saya. Sudah capek-capek, bimble nya, lesnya itu bayar pakai duit, gak pakai kertas, biar anak itu pintar, nilainya tinggi biar bisa masuk sekolah negeri,” ujarnya.

Anaknya yang lain masuk SMK negeri juga gagal. Namun dia memahami, karena nilainya masih kurang. “Kalau yang gak masuk SMA gak apa-apa karena nilai anak saya rendah,” ujarnya

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version