DLHK Kukar Dorong Bank Sampah: Jadi Solusi Ekologis dan Ekonomis
TENGGARONG, Inibalikpapan.com – Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kutai Kartanegara (Kukar) menegaskan bahwa persoalan sampah tidak bisa hanya dibebankan pada sektor hilir seperti Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Penanganan harus dimulai dari hulu, dengan melibatkan peran aktif masyarakat hingga ke tingkat rumah tangga.
Kepala DLHK Kukar, Slamet Hadiraharjo, menyampaikan bahwa paradigma masyarakat yang selama ini hanya mengandalkan TPA untuk menyelesaikan masalah sampah harus segera diubah.
“Selama ini masyarakat merasa cukup membuang sampah di tempat sampah. Kalau terus begitu, sektor hilir seperti TPA akan terus kewalahan. Saat ini saja TPA kita sudah over kapasitas,” tegas Slamet dalam keterangannya, Jumat (2/8/2025).
Bank Sampah Jadi Solusi Ekologis dan Ekonomis
Untuk itu, DLHK Kukar saat ini tengah memperkuat kehadiran dan peran bank sampah di berbagai kelurahan dan desa. Program ini tidak hanya menjadi solusi pengurangan volume sampah rumah tangga, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga.
“Sampah bisa dipilah, ditimbang, ditabung, lalu ditukar dengan uang atau kebutuhan harian. Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga pemberdayaan ekonomi warga,” jelas Slamet.
Bank sampah memungkinkan masyarakat mengelola sampah anorganik secara mandiri, menjadikannya sebagai tabungan yang bernilai. Strategi ini diyakini menjadi solusi berkelanjutan yang menyentuh langsung masyarakat, bukan sekadar instrumen administratif pemerintah.
Partisipasi Kolektif adalah Kunci
Slamet menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Masalah persampahan adalah masalah kolektif yang menuntut keterlibatan semua pihak—pemerintah, masyarakat, pelajar, hingga komunitas lokal.
“Kami terus membangun komunikasi dan edukasi kepada semua stakeholder agar bisa mengelola sampah secara mandiri, dimulai dari rumah masing-masing,” ucapnya.
Mengubah Mindset, Bukan Sekadar Infrastruktur
Langkah DLHK Kukar memperkuat bank sampah adalah bentuk keberanian menggeser pendekatan pengelolaan sampah dari yang semata-mata bergantung pada fasilitas akhir menjadi pendekatan partisipatif berbasis masyarakat.
Namun, tantangannya terletak pada perubahan pola pikir warga yang selama ini menganggap ‘buang sampah’ sudah cukup.
Pemerintah daerah harus memastikan edukasi berjalan masif, insentif ekonomi dijaga, dan kemitraan dengan sektor swasta serta komunitas diperkuat. Tanpa perubahan kultur dan literasi lingkungan, bank sampah hanya akan jadi slogan tanpa dampak nyata.
BACA JUGA
