BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Musyawaran Nasional Sastra Indonesia (Munsi) III yang berlangsung selama tiga hari di Jakarta, resmi ditutup pada Rabu malam (4/11/2020).

Acara yang digelar sejak Senin (2/11) secara luring dan secara daring ini menghadirkan sastrawan dan pegiat sastra dari seluruh Indonesia melalui dua jalur yaitu jalur seleksi dengan mengirimkan essay dan bukti fisik karya berupa buku yang telah terbit dan jalur undangan.

Peraih Anugrah Sastrawan Muda Kaltim 2020 dari Badan Bahasa Provinsi Kaltim, Indah Prihatiningsih adalah satu-satunya peserta dari Kalimantan Timur yang memilih menghadiri acara ini secara luring atau tatap muka. Dua peserta lainnya, ibu Kartini dan bapak Sunaryo Broto memilih untuk mengikuti secara daring via zoom.

“Saya mengikuti seleksi ini pada bulan Mei 2020 dan dinyatakan lolos pada bulan Juni 2020, tetapi karena pandemi, acara yang mestinya dihelat Juni baru terlaksana sekarang.” ujar Indah (4/11/2020).

Melalui Munsi III ini Indah mencatat bahwa dominasi permasalahan sastra Indonesia ternyata masih datang dari sektor pendidikan yakni para pegiat sastra yang merangkap sebagai guru merupakan peserta terbanyak dengan permasalahan mereka yang berbenturan dengan birokrasi dan pendanaan. Sedangkan pegiat sastra murni atau mereka yang memang mendedikasikan dirinya untuk sastra tanpa terikat pada institusi tertentu menunjukkan daya juang dan kemandirian yang luar biasa dalam berkarya.

Dalam diskusi pleno sekto pembinaan sastra, Indha mengusulkan berbeberapa hal diantaranya Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra memiliki penerbitan sendiri yang khusus menerbitkan karya sastra berkualitas dimana karya yang masuk akan melewati tahapan kurasi sebelum akhirnya diterbitkan. Diharapkan buku-buku sastra terbitan kantor Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra ini memiliki taji, terjamin mutunya dan pantas berlaga di panggung sastra Dunia. Selain itu, proses kurasi adalah bentuk pembinaan yang tepat guna.

Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra membuat Platform Baca Sastra terkurasi. Platform digital ini akan menampilkan karya sastra berupa cerpen, essay, kritik, novel dan sebagainya tanpa terganggu oleh iklan, informasi acara lomba ataupun berita-berita. Harapannya pembaca bisa lebih dekat dengan sastra sebab sastra ada dalam genggaman. Bacaan bermutu ini juga tak mesti berdesakan dan terpinggirkan oleh bacaan populer (yang sepintas nampak lebih atraktif dan jumlahnya lebih banyak) karena memiliki platform tersendiri.

Pusat Pembinaan Bahasa dan sastra membantu ‘branding’ pegiat sastra dan sastrawan sehingga sastrawan lokal dapat menasional bahkan mendunia lebih cepat dan mudah.

“Tentu kami senang meski tidak tahu apakah usulannya akan dapat diwujudkan oleh Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra.  Saaya senang dapat mengikuti acara tersebut karena wawasannya tentang isu sastra menjadi bertambah,” tuturnya.

Secara lengkap, rekomendasi Munsi III yang dihasilkan pada kegiatan ini yakni:

Sektor Pengembangan Sastra ;

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan ekosistem digital dalm pengembangan sastra di Indonesia.

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan penerjemahan karya sastra dan distribusinya.

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan pengembangan sastra bagi penyandanng difabel

Sektor Pembinaan Sastra ;

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperbanyak dan memperluas pelatihan bagi tenaga pendidik dan komunitas sastra.

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain membuat senarai buku-buku sastra.

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain mengoptimalkan kualitas penyelenggaraan Munsi.

Pelindungan Sastra ;

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain meningkatkan hak pelindungan kekayaan intelektual karya sastra serta hak ekonomi dan hak moral karya sastra.

Badan Bahasa dan/atau lembaga lain memperkuat keterlibatan penuis sastra dalam penyusunan dan pelaksanaan program pelindungan sastra.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version