MAKASSAR, Inibalikpapan.com – Gubernur Non Aktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah akui, pernah menerima uang Rp2,2 miliar dari kontraktor bernama Ferry Tanriady.

Hal itu disampaikan Nurdin Abdullah di Ruang Harifin Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, pada Jumat (o5/11/2021). Uang itu diserahkan melalui ajudannya, Syamsul Bahri.

Awalnya, kata Nurdin Abdullah yang telah menjadi tersangka itu, mengenal Ferry sejak awal tahun 2019. Pertemuan pertama mereka terjadi di pesawat dari Makassar menuju Jakarta.

Saat itu, Ferry sedang bersama terpidana Agung Sucipto. Mereka berada di pesawat yang sama. “Sudah janjian ke Jakarta sama-sama?,” tanya Jaksa Penuntut Umum KPK, Ronald Worotikan.

“Sama sekali tidak, bapak. Hanya kebetulan saja,” jawab Nurdin Abdullah yang dihadirkan secara virtual.

Dia mengaku Agung yang mengenalkan Ferry saat itu. Keduanya langsung mengeluh soal tender proyek di Pemprov Sulsel ke Nurdin.

“Saya tidur saat itu (di pesawat). Baru mereka berdua mendekati saya. Dia bilang kacau nih pak di ULP,” kata Nurdin menirukan perkataan Agung dan Ferry.

“Kenapa? Mereka bilang seperti ini, kami di Bantaeng bekerja tidak pernah ada yang seperti ini. Dia bilang kita udah dimintai duluan nih pak,” lanjut Nurdin.

Mantan Bupati Bantaeng itu kemudian menanyakan dimintai apa? Agung dan Ferry mengaku dimintai fee 7 persen sebelum tender dimulai.

“Kita dimintai fee 7 persen di awal. Jadi saya bilang, saya susah kalau lisan. Kau buat secara tertulis, menyurat resmi ke Gubernur berkaitan dengan bukti otentik yang bisa kita tindaklanjuti,” kata Nurdin.

Tapi itu benar, ya?. Benar, bapak,” tanya Nurdin lagi agar lebih yakin.

JPU kemudian membacakan berita acara pemeriksaan Nurdin Abdullah di KPK.

Dalam BAP, Nurdin mengatakan fee itu diminta di awal sebelum lelang oleh Andi Sumardi Sulaiman, Kadis Pendapatan provinsi Sulawesi Selatan, yang juga saudara dari Wakil Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman.

“Apa betul?,” tanya JPU ke Nurdin. “Ah betul, betul, betul,” ujar Nurdin membenarkan BAP-nya.

Atas aduan Agung dan Ferry itu, Nurdin kemudian mencopot Kepala ULP, Jumras setelah berada di Makassar. Ia lalu memilih Haikal sebagai pelaksana tugas.

Setelah Jumras dicopot, Ferry kemudian mendapatkan paket proyek pengerjaan jalan di Kabupaten Soppeng pada akhir tahun 2019.

Nurdin Abdullah mengatakan setelah perkenalan di pesawat itu, Ferry menemuinya beberapa kali. Baik di rumah dinas maupun kediaman pribadi.

Pernah suatu hari, kata Nurdin, Ferry datang tanpa diundang ke rumah pribadinya di Perdos Tamalanrea, Unhas. Ferry bilang ingin memberikan biaya operasional ke Nurdin Abdullah. Namun ditolak.

“Ferry datang menitip diri, dia sampaikan, pak Gub saya mau berikan (biaya) operasional. Saya bilang jangan,” beber Nurdin Abdullah.

Pernah juga di rumah dinas Gubernur. Nurdin Abdullah mengaku Ferry ngotot untuk memberikan uang, namun ditolak lagi.

“Dia ngotot saya tolak lagi. Ketiga kali dia bilang lagi mau kasih, jadi saya bilang bicara sama Syamsul,” ungkapnya.

Saat ditawari yang ketiga kalinya, kata Nurdin, ia menyarankan Ferry sebaiknya membantu biaya pembangunan masjid. Kebetulan Nurdin sedang membangun masjid di kompleks Perdos Unhas.

“Saya kemudian kasih tahu Syamsul dan Syamsul yang bicara sama Ferry. Uang itu diambil sama Syamsul, tapi saya tidak tahu. Nanti setelah hasil penukaran ke dolar, baru saya simpan (di brankas),” kata Nurdin Abdullah.

Hakim kemudian menanyakan, kenapa uangnya disimpan dan tidak diserahkan langsung ke panitia pembangunan?

Nurdin menjawab, ia adalah salah satu panitia pembangunan masjid. Maksud menyimpan uang tersebut untuk dikumpulkan terlebih dahulu. Jika sudah cukup, barulah akan diserahkan.

“Saya kan panitia masjid. Cuma cari waktu untuk serahkan. Tapi itu sudah diketahui sama panitia masjid kalau ada sumbangan,” tukasnya.

Suara.com

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version