Hasil PSU Banjarbaru Digugat ke MK, Pemohon Minta Pilkada Diulang ke Agustus 2025

BANJARBARU, inibalikpapan.com – Tim Hukum Hanyar (Haram Manyarah) mengajukan permohonan pembatalan atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kalimantan Selatan Nomor 69 Tahun 2025 yang menetapkan hasil Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Banjarbaru. Gugatan itu mereka ajukan atas nama Lembaga Pengawas Reformasi Indonesia (LPRI) Kalsel sebagai pemantau dan Prof. Udiansyah, MS sebagai pemilih.
Sebelumnya, KPU menerbitkan keputusan itu sebagai tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK). MK menyatakan Pilkada Banjarbaru 2024 melanggar asas keadilan dan kebebasan.
Dalam putusannya, MK menyebut, “…tidak adanya keadilan bagi para pemilih, serta tidak adanya kebebasan para pemilih. Untuk memberikan pilihan lain selain kepada Pasangan Calon Nomor Urut 1 sehingga haruslah batal.”
Namun menurut penasihat hukum Denny Indrayana, PSU justru kembali bermasalah. Ia menyebut praktik politik uang kembali mewarnai pelaksanaan pemilu ulang. Ini dugaannya terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk memenangkan pasangan calon tertentu.
“PSU yang terselenggara untuk memperbaiki pelanggaran justru kembali diwarnai praktik politik uang,” ujar Denny Indrayana, melansir kbk.news, jaringan inibalikpapan.com.
KPU mencatat pasangan calon nomor 1 memperoleh 56.043 suara, sedangkan kolom kosong mendapatkan 51.415 suara. Total suara sah mencapai 107.458, dengan jumlah suara tidak sah sebanyak 3.358.
Denny menilai pelanggaran ini mencederai asas kejujuran dan keadilan dalam Pemilu, serta merugikan masyarakat Banjarbaru.
“Praktik ini tentu mencederai asas Pemilu yang jujur dan adil serta merugikan masyarakat Banjarbaru,” lanjutnya.
Tim Hukum Hanyar menyatakan praktik politik uang telah menggeser semangat demokrasi menjadi kekuasaan uang. Dalam permohonannya, mereka memaparkan bahwa kekuatan finansial telah menjadi strategi utama kemenangan.
“Permohonan ini akan memaparkan bagaimana kekuatan politik uang dijadikan strategi utama pemenangan, sehingga demokrasi tidak lagi mencerminkan kedaulatan rakyat, melainkan berubah menjadi ‘DUITokrasi’ (kedaulatan uang),” ucapnya.
Tim meminta Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon nomor urut 1 serta menetapkan kolom kosong sebagai pemenang. Mereka juga mendesak agar KPU menyelenggarakan Pilkada ulang pada Agustus 2025.***
BACA JUGA