BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Indonesia disebut darurat perdagangan orang. Hingga bulan Juni tahun ini saja ada 67 korban perdanganan orang asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang pulang dalam peti mati.

Hal itu disampaikan dua aktifias Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pater Feliks Mikel Kosat dan Gabriel Goa saat berbincang-bincang dengan VOA Indonesia seperti dikutip inibalikpapan.com

Pater Feliks Mikel Kosat, bertugas di Tribunal Keuskupan Atambua sebagai hakim sekaligus sebagai Vikaris Judisial atau wakil Uskup bidang hukum, khususnya hukum perkawinan Katolik.

Sementara Gabriel Goa adalah ketua Dewan Pembina HAM, Pelayanan Advokasi untuk Keadilan dan Perdamaian (PADMA) Indonesia, dan tim Lobi dan Advokasi Zero Human Trafficking Network.

“Terkait perdagangan manusia di Indonesia, saat ini masuk kategori darurat human trafficking. Mengapa disebut darurat? Sebelumnya Indonesia adalah wilayah atau negara yang mengirim ke luar negeri, tapi saat ini justru Indonesia juga menjadi tujuan dari human trafficking itu sendiri,” ujar Gabriel.

“Modus operandinya adalah Indonesia menjadi destinasi pariwisata premium. Dengan demikian, eksploitasi seksual dalam perdagangan orang itu juga masuk ke Indonesia, termasuk Nusa Tenggara Timur yang dulunya sebagai pengirim, tetapi sekarang menjadi tujuan dengan tujuan eksploitasi seksual dalam pariwisata premium seperti di Labuan Bajo,”

Human trafficking itu adalah satu situasi modern slavery (perbudakan modern, red.),” sambung Pater Feliks.

Bahkan kata Feliks, pada tahun 2016 di dunia ada sekitar 20 juta orang yang menjadi korban perdagangan orang menurut laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika. Bahkan kondisi sebenarnya bisa lebih gawat.

“Tapi saya pakai istilah darurat dan rawan untuk segera ditangani, karena dari laporan pemerintah AS dikatakan ada antara 70-80 ribu anak dijual untuk industri seks pada tahun 2020 di Indonesia dan kebanyakan ke Bali,” ujar dia.

Felik mengungkapkan, dari 2018 sampai Juni 2023 ada 520 korban, tetapi ada beberapa kabupaten yang tidak memasukkan data sehingga jumlah itu tidak mencerminkan angka yang sesungguhnya.

 “Angkanya bisa jauh lebih tinggi. Data itu dari pemerintah Indonesia, ada 520 orang yang mati, yang peti mayatnya dikirim ke NTT,” ujarnya

“Jadi kampanye kerja di luar negeri oleh sindikat jaringan yang tertutup itu yang menarik karena menjanjikan pekerjaan yang bagus dan upah yang tinggi. Tapi itu hanya janji,” katanya.

Gabriel menambahkan bahwa jumlah korban, yang pada tahun 2023 sampai Juni saja telah mencapai 67 orang, tampaknya belum juga membuat takut para aspiran.

Kabupaten Malaka di NTT berada pada urutan teratas dengan 88 mayat dari 2018 sampai Juni 2023. Padahal, tambahnya, kabupaten ini sangat subur dan wilayah persawahan dan perkebunannya sangat luas.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version