BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerjasama dengan sejumlah stakeholder menyusun Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak Untuk Perlindungan Berkelanjutan Bagi Anak

Mereka yang terlibat diantanya Pusat Kajian dan Advokasi Perlindungan dan Kualitas Hidup Anak) Universitas Indonesia (PUSKAPA-UI ), Ikatan PIMTI Perempuan Indonesia serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Penyusun Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak Untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak. Hasil kajian ini dibahas dalam Seminar Nasional yang diselenggarakan di kantor Kementerian PPPA pada Kamis (26/01/2023)

Andrea Andjaringtyas dari PUSKAPA-UI menjelaskan bahwa kajian dilakukan dengan melakukan analisa terhadap 225 putusan dispensasi perkawinan dari Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agama dalam kurun waktu 2020 – 2022

Termasuk hasil konsultasi terpumpun atau Focus Group Discussion dan kajian literature 40 publikasi ilmiah. Hasilnya, Sepertiga dari 225 hasil putusan dispensasi diajukan karena sudah hamil terlebih dahulu.

“PUSKAPA-UI melakukan kajian cepat untuk menguraikan masalah masih adanya dispensasi perkawinan dan dikabulkannya dispensasi kawin karena faktor anaknya sudah hamil terlebih dahulu,” ujarnya dikutip dari laman Kementerian PPPA.

Dari 225 putusan, sebanyak 34% dikarenakan faktor kehamilan. Ada 4 masalah yang melatarbelakangi kehamilan anak yang akhirya mendorong perkawinan anak

Lalu menurutnya, kesulitan hidup di keluarga rentan dan tidak memiliki kapasitas pengasuhan yang baik; anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga, komunitas dan kelompok sebaya.

“Anak tidak memilki kemampuan untuk menimbang risiko kehamilan; dananak memandang perkawinan sebagai cara untuk menikmati masa remaja,” ungkap Andrea.

Karenanya PUSKAPA-UI memandang perlu diupayakan pencegahan oleh pemerintah untuk mengambil langkah seperti meningkatkan kapasitas pengasuhan dan akses layanan, mengembangkan kemampuan anak.

Membuka dan menyetarakan akses, memperkuat ikatan sosial keluarga, menyusun kebijakan kesehatan fisik (termasuk reproduksi) dan mental, dukungan pengasuhan, pencapaian pendidikan formal 12 tahun dan pemberdayaan untuk penghidupan.

Sementara itu Profesor Emil Salim, anggota Dewan pengarah BRIN mengungkapkan upaya mencapai Indonesia Emas tahun 2045 sulit dicapai jika usia anak sudah menikah.

“Pola pikir kita harus fokus membangun bangsa yang berkualitas yang memiliki ilmu, paham science dan teknologi sehingga anak-anak harus menempuh pendidikan tinggi,” ujarnya

“Maka non-diskiriminasi perlakuan terhadap laki-laki dan perempuan harus dihapuskan. Di lain pihak, penghulu harus diinformasikan kalau anak-anak di bawah 19 tahun tidak boleh menikah,”

Nur Djannah Syaf, Direktur pada Direktorat Pembinaan Administrasi Peradilan Agama, Dirjen Badan Peradilan Agama, Mahkamah Agung menegaskan isu perkawinan anak sifatnya sudah sangat mendesak dan darurat.

Dia mengungkapkan, faktor cinta dan desakan orangtua untuk segera menikah menajdi salah satu faktor utama dari alasan pengaduan menikah.

“Di tahun 2022 secara nasional, ada sekitar 52 ribu perkara dispensasi perkawinan yang masuk ke peradilan agama dan dari jumlah tersebut, sekitar 34 ribu diantaranya didorong oleh faktor cinta sehingga orangtua yang meminta ke pengadilan agar anak-anak mereka segera dinikahkan,” ujarnya

“Lalu sekitar 13.547 pemohon mengajukan menikah karena sudah hamil terlebih dahulu dan 1.132 pemohon mengaku sudah melakukan hubungan intim. Faktor lainnya adalah karena alasan ekonomi dan alasan perjodohan mengingat anak mereka sudah akil balig, sudah menstruasi dan tumbuh rambut di kemaluan pada anak laki-laki,”

 Data di tahun 2022, jumlah dispensasi kawin terbesar ada di peradilan tinggi agama (PTA)  Jawa Timur di Surabaya, dengan wilayah paling tinggi ada di Malang karena faktor putus sekolah. Selanjutnya, pengajuan juga banyak terjadi di PTA Semarang, PTA Bandung dan PTA Makasar.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version