SAMARINDA,Inibalikpapan.com – KPPU Kanwil V Balikpapan mulai meminta keterangan para pihak terkait kenaikan tarif angkutan kontainer di Samarinda.  KPPU Kanwil V telah meminta keterangan PT Pelindo Cabang IV Samarinda terkait adanya kesepakatan kenaikan tarif kontainer di Samarinda, yang didasarkan pada Surat Edaran DPW Asosiasi Logistik & Forwarder Indonesia (ALFI) Kaltim tentang Acuan Penyesuaian Tarif Angkutan Kontainer di Samarinda sejak 5 April 2022.

Berdasarkan informasi dari PT Pelindo IV Cabang Samarinda, Pelabuhan di Samarinda ini terdapat dua pelabuhan yaitu pelabuhan umum untuk bongkar/muat terminal konvensional yang dikelolah oleh Pelindo dan Pelabuhan Samudera Indonesia Palaran yang dikelolah oleh PT Samudra Indonesia sebagai pelabuhan untuk angkutan dan terminal peti kemas.

Penunjukan operator pelabuhan atau Badan Usaha Pelabuhan (BUP) di pelabuhan Samarinda merupakan kewenangan dari Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP). 

Aktifitas bongkar muat kontainer dilakukan di Pelabuhan Palaran yang dikelolah PT Samudra Indonesia. Tentunya, kegiatan pengangkutan kontainer oleh perusahaan Jasa Pengusahaan Transportasi (JPT) dilaksanakan di Pelabuhan Palaran.

Adapun kenaikan tarif angkutan kontainer, hal ini belum diketahui pihak Pelindo. Kenaikan tarif angkutan kontainer dari pelabuhan palaran ke gudang pemilik barang (delivery) merupakan urusan ALFI Kaltim dan Perusahaan Jasa Pengusahaan Transportasi (JPT).  Pada dasarnya, semua tarif di pelabuhan atas sepengetahuan KSOP selaku regulator di pelabuhan.

Berdasarkan keterangan yang diperoleh tersebut, KPPU Kanwil V telah membuat list para pihak yang akan dipanggil untuk dimintai keterangan terkait kenaikan tarif tersebut. Karena kesepakatan menaikkan tarif secara bersama-sama antar pelaku usaha yang seharusnya bersaing atau dikenal dengan istilah kartel harga merupakan perilaku yang dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

Kenaikan tarif angkutan kontainer pada dasarnya tidak dilarang selama memiliki alasan yang bisa diterima. Namun kenaikan tarif tersebut, tidak boleh dipaksakan ke semua perusahaan JPT yang menjadi anggota ALFI Kaltim, karena kesepakatan menaikkan tarif secara bersama-sama yang difasilitasi oleh asosisasi akan membatasi pemilik barang (cargo owner).

Untuk memilih perusahaan JPT sesuai keinginannya karena tarifnya sama saja. Seharusnya pemilik barang bebas menentukan perusahaan JPT mana yang akan digunakan berdasarkan kesepakatan tarif antara kedua belah pihak.

Selain itu, penetapan tarif angkutan kontainer akan menghilangkan persaingan usaha antar perusahaan JPT dalam mendapatkan pelanggan. KPPU pernah memutus pelanggaran perkara Penetapan Harga melalui Putusan KPPU No. 06/KPPU-I/2013 yang telah berkekuatan tetap yang terbukti pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999 terkait Penetapan Tarif Angkutan Kontainer Ukuran 20 feet, 40 feet, dan 2×20 feet oleh Para Anggota JPT di 12 Rute dari dan menuju Pelabuhan Belawan Tahun 2011 dan 2012. Ketentuan Pasal 5 ayat (1) UU No. 5 tahun 1999 adalah norma bersifat perse rule yaitu bahwa larangan dalam ketentuan tersebut secara hukum telah dilanggar oleh para pelaku usaha jika terbukti para pelaku usaha telah membuat kesepakatan mengenai harga akhir barang dalam pasar bersangkutan dengan tanpa perlu membuktikan dampak dari kesepakatan tersebut. 

Adapun terkait panjangnya antrian pembelian solar subsidi oleh armada angkutan perusahaan JPT di SPBU, yang menjadi alasan penetapan kenaikan tarif angkutan kontainer, Pemerintah dan Pertamina harusnya sudah mengidentifikasi permasalahannya. Dibutuhkan penanganan yang serius karena hal ini juga akan berdampak pada tingginya harga-harga bahan pokok dan penting (bapokting) di masyarakat.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version