Top Header Ad

Komisi IX DPR Soroti Mutasi Dokter Anak, IDAI Sebut Ada Unsur Tendensius

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher / DPR
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher / DPR

JAKARTA, Inibalikpapan.com — Komisi IX DPR RI bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) untuk membahas polemik mutasi sejumlah dokter anak yang dinilai tidak sesuai prosedur.

Mutasi tersebut diduga bermotif politis, terkait perbedaan sikap antara IDAI dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) soal pengambilalihan kolegium oleh pemerintah.

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menegaskan bahwa proses mutasi tenaga medis, khususnya dokter spesialis, harus mengacu pada merit system dan berdasarkan pada kompetensi, bukan karena alasan non-profesional.

“Mutasi tidak boleh asal pindah. Harus mempertimbangkan kompetensi, pengembangan karir, dan kesiapan fasilitas di tempat baru. Jangan sampai layanan kesehatan terganggu,” tegas Netty dalam RDPU di Gedung DPR RI, Kamis (14/5/2025).

Ia mencontohkan kasus dokter anak dari RSUP Kariadi Semarang yang dimutasi ke RSUP Sardjito Yogyakarta. Padahal, Sardjito sudah memiliki banyak dokter spesialis tumbuh kembang anak, sementara RS Kariadi justru kekurangan.

IDAI: Mutasi Menyasar Dokter yang Tidak Kooperatif

Ketua Umum IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, dalam rapat tersebut menyatakan bahwa mutasi yang dialami sejumlah dokter anak adalah bagian dari tekanan terhadap pengurus IDAI yang menolak pengambilalihan Kolegium Ilmu Kesehatan Anak Indonesia (KIKAI) oleh Kemenkes.

“Mutasi ini sangat terbaca polanya. Hanya menyasar dokter-dokter yang tidak kooperatif terhadap rencana Kemenkes. Bahkan, ada yang diberhentikan dengan alasan disiplin,” kata Piprim.

Menurutnya, pasca-Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) 2024 yang memutuskan mempertahankan kolegium di bawah organisasi profesi, tiga pengurus IDAI dimutasi dan satu diberhentikan.

BACA JUGA :

Zainul Munasichin: Kolegium Harus Tunduk pada Negara

Di sisi lain, Anggota Komisi IX dari Fraksi PKB, Zainul Munasichin, menyayangkan sikap IDAI yang dinilai menolak aturan perundang-undangan. Ia menegaskan bahwa posisi kolegium di bawah Kemenkes sudah sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024.

“Posisi kolegium sekarang sesuai aturan, di bawah Kemenkes. Ini bukan sekadar keputusan teknis, tapi bagian dari sistem hukum negara. Tidak boleh ada dua rezim hukum,” kata Zainul.

Ia menekankan bahwa semua lembaga yang berdampak publik, khususnya kesehatan, harus berada dalam sistem pengawasan dan tata kelola negara, bukan otonomi absolut.

Polemik Kolegium Anak, Persimpangan antara Profesionalisme dan Regulasi

Konflik ini bermula dari ketidaksetujuan IDAI terhadap PP 28/2024 yang menyerahkan kendali kolegium kepada Kemenkes. Sebelumnya, kolegium merupakan bagian dari organisasi profesi yang memiliki wewenang mandiri dalam pendidikan dan pengembangan dokter spesialis.

Namun kini, keanggotaannya ditentukan oleh Kemenkes, bukan lagi melalui kongres profesi. IDAI menganggap langkah tersebut melemahkan independensi dan profesionalisme kolegium, sementara Kemenkes menyebut ini bagian dari reformasi sistem pendidikan dokter spesialis nasional.

Sumber : dpr.go.id

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses