JAKARTA, Inibalikpapan.com – Komite Keselamatan Jurnalis mendesak Mahkamah Agung (MA) untuk segera mencabut ketentuan soal pengambilan foto, rekaman audio dan rekaman audio visual harus seizin hakim atau ketua majelis hakim.

Ketentuan itu diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 5 Tahun 2020 Tentang Protokol Persidangan dan Keamanan Dalam Lingkungan Pengadilan yang ditetapkan pada 27 November 2020.

Dalam Pasal 4 ayat 6 yang berbunyi, “Pengambilan foto, rekaman audio dan/atau rekaman audio visual harus seizin Hakim/Ketua Majelis Hakim yang bersangkutan yang dilakukan sebelum dimulainya Persidangan.” Pelanggaran terhadap Pasal 4 ayat 6 dikualifikasikan sebagai penghinaan terhadap pengadilan.

Komite Keselamatan Jurnalis menilai  substansi aturan pengambilan foto dan rekaman sama dengan Surat Edaran Nomor 2 tahun 2020 Tentang Tata Tertib Menghadiri Persidangan pada 7 Februari 2020 lalu yang telah dicabut MA.

MA juga diminta untuk tidak terus membuat ketentuan yang bisa membatasi jurnalis bekerja karena itu sama saja dengan menghambat kebebasan pers.

“Kami bisa mengerti bahwa Mahkamah Agung ingin menciptakan ketertiban dan menjaga kewibawaan pengadilan. Namun, niat untuk itu hendaknya tidak membuat hak wartawan dibatasi,” dalam rilisnya

Sebab, hak untuk mendapatkan informasi itu ditetapkan oleh regulasi yang derajatnya lebih tinggi dari peraturan Mahkamah Agung, yaitu Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers, yang berbunyi “Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”

Selain itu, ancaman pidana melalui kualifikasi tindakan mengambil gambar dan merekam tanpa seizin hakim sebagai penghinaan terhadap pengadilan akan menambah daftar panjang kasus kriminalisasi terhadap jurnalis.

Ancaman pidana ini juga berlebihan karena semestinya dapat dilakukan secara bertahap mulai dari peringatan ringan, sedang, hingga berat.

Komite Keselatan Jurnalis mendesak MA untuk mengevaluasi Ketua Pengadilan Negeri Kelas 1 Palembang Bombongan Silaban SH LLM yang melarang jurnalis meliput persidangan kasus narkotika pada 7 Februari 2020 lalu.

Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers menjamin kerja-kerja jurnalis dalam mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. Karena itu, pelarangan tersebut dapat disimpulkan sebagai upaya menghambat dan membatasi jurnalis dalam melakukan kegiatan jurnalistik di ruang sidang.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version