JAKARTA, inibalikpapan.com – Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengunjungi Bareskrim Polri di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Selasa petang lalu. Tujuan kunjungan ini adalah untuk melaporkan narasumber majalah Tempo yang telah mengungkapkan dugaan penyimpangan izin usaha pertambangan (IUP). Bahlil melaporkan narasumber tersebut atas dugaan pencemaran nama baik.

Laporan utama dimuat dalam edisi 4-10 Maret Majalah Tempo, berjudul “Main Upeti Izin Tambang”. Juga disiarkan melalui News Podcast Bocor Alus Politik Tempo. Tajuknya “Dugaan Permainan Izin Tambang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia” pada Sabtu, 2 Maret 2024.

Dalam laporan tersebut disebutkan bahwa Bahlil telah mencabut ribuan izin usaha pertambangan dan perkebunan yang tidak produktif. Dengan alasan untuk memperlancar investasi. Meski rencana pencabutan ini dimulai pada Mei 2021 melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2021 tentang Satuan Tugas Percepatan Investasi. Banyak pengusaha tambang yang resah dengan kebijakan tersebut.

Tempo melakukan wawancara dengan lebih dari 10 pengusaha tambang nikel sejak Oktober 2023 untuk menguji informasi tersebut. Mereka semua mengungkapkan bahwa Menteri Bahlil dan orang-orang terdekatnya meminta uang atau saham. Sebagai syarat untuk memulihkan izin yang telah dicabut.

Beberapa di antara mereka mengakui bahwa izin usaha pertambangannya telah dicabut oleh Bahlil Lahadalia. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa kebijakan pencabutan izin dilakukan secara tebang pilih dan tidak memiliki kriteria yang jelas. Tempo menemukan bahwa beberapa perusahaan tambang yang terkena dampak kebijakan tersebut masih beroperasi meskipun tidak lagi produktif.

Bahlil merasa dirugikan oleh narasumber yang disebutkan dalam liputan tersebut. Dia menganggap hal ini sebagai pencemaran nama baik. Sebagai respons, Bahlil telah menyampaikan sejumlah nama di internal Kementerian Investasi. Serta nama lain yang relevan untuk dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.

Sikap Komite Keselamatan Jurnalis

Dari siaran pers yang diterima inibalikpapan, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) menganggap tindakan Bahlil Lahadalia sebagai pejabat publik yang antikritik. Mereka menilai bahwa pelaporan tersebut telah mengancam kebebasan pers, kebebasan berpendapat, dan merusak demokrasi di Indonesia.

Menurut KKJ, ancaman kriminalisasi terhadap narasumber pemberitaan akan merugikan masyarakat. Sebab hal tersebut dapat membuat orang-orang menjadi takut untuk menjadi narasumber atau saksi. Utamanya dalam mengungkap kejahatan korupsi dan kejahatan lainnya.

Dewan Pers telah menegaskan bahwa tindakan Tempo untuk tidak mengungkap identitas para narasumber didasarkan pada pertimbangan keamanan. Hal itu dijamin oleh Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Selain itu, Dewan Pers juga menyatakan bahwa liputan tersebut tidak melanggar kode etik secara prosedural.

Sebagai informasi tambahan, kasus serupa telah menghasilkan yurisprudensi sebelumnya. Mahkamah Agung (MA) sebelumnya telah menetapkan bahwa narasumber berita tidak dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik. Seperti yang terjadi dalam kasus terdakwa Mohammad Amrullah pada tahun 2016.

Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) adalah gabungan dari 10 organisasi pers dan organisasi masyarakat sipil. Dideklarasikan di Jakarta pada 5 April 2019. Organisasi-organisasi tersebut antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, SAFEnet, dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI). Selain itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Federasi Serikat Pekerja Media Independen (FSPMI), Amnesty International Indonesia, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dan Pewarta Foto Indonesia (PFI).

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version