JAKARTA, Inibalikpapan.com – KPK menyatakan, keberatan atas temuan maladministrasi dalam tes wawwasan kebanggasaan (TWK) terkait peralihan status pegawai menjadi PNS oleh Ombudsman RI.

“Kami menyampaikan bahwa KPK keberatan berdasarkan landasan hukum pasal 25 ayat 6 b Ombudsman RI,” ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.com

KPK kata dia, akan menyampaikan keberatan tersebut dengan mengirimkan surat ke Ombudsman RI pada Jumat (06/08/2021). “Kami akan sampaikan surat keberatan ini besok pagi ke Ombudsman,” katanya.

Menurutnya, ada 13 poin catatan KPK yakni pertama, pokok perkara yang diperiksa Ombudsman RI merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolute Mahkamah Agung dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan.

Kedua, Ombudsman RI melanggar kewajiban hukum untuk menolak laporan atau menghentikan pemeriksaan atas laporan yang diketahui sedang dalam pemeriksaan pengadilan.

“Ketiga, Legal Standing pelapor bukan masyarakat penerima layanan publik KPK sebagai pihak yang berhak melapor dalam pemeriksaan Ombudsman RI,” ujarnya

Keempat, pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan TWK dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman RI bukan perkara pelayanan publik.

Kelima, Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakan tidak didasarkan bahkan bertentangan dengan dokumen, keterangan saksi, dan pendapat ahli dalam LHAP.

Keenam, Pendapat Ombudsman RI yang menyatakan pelaksanaan rapat harmonisasi tersebut dihadiri pimpinan Kementerian atau Lembaga yang seharusnya dikoordinasikan dan dipimpin oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan.

“Penyalahgunaan wewenang terjadi dalam penandatangan Berita Acara Pengharmonisasian yang dilakukan oleh pihak yang tidak hadir pada rapat harmonisasi itu,” ujarnya.

Ketujuh, Fakta hukum Rapat Koordinasi Harmonisasi yang dihadiri atasannya yang dinyatakan sebagai maladministrasi, dilakukan juga oleh Ombudsman RI dalam pemeriksaan.

Kedelapan, Pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan KPK tidak melakukan penyebarluasan informasi Rancangan Peraturan KPK melalui Portal Internal KPK bertentangan dengan bukti.

Kesembilan, Pendapat Ombudsman Rl berkaitan tentang terdapat Nota Kesepahaman dan kontrak swakelola antara KPK dan BKN tentang tahapan pelaksanaan Asesmen TWK) tidak relevan karena tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekwensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya.

Kesepuluh, pendapat Ombudsman Rl yang menyatakan telah terjadi maladministrasi berupa tidak kompetennya BKN dalam melaksanakan Asesmen TWK bertentangan dengan hukum dan bukti.

Sebelas, pendapat Ombudsman RI yang menyatakan bahwa KPK tidak patut menerbitkan Surat Keputusan Ketua KPK Nomor 652 Tahun 2021 karena merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN tidak berdasar hukum.

Dua belas, pendapat Ombudsman Rl berkenaan dengan Berita Acara tanggal 25 Mei 2021, bahwa Menteri PANRB, Menteri Hukum dan HAM, Kepala BKN, 5 Pimpinan KPK, Ketua KASN dan Kepala LAN telah melakukan pengabaian terhadap pernyataan Presiden tersebut.

Dan telah melakukan tindakan maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang terhadap kepastian status dan hak untuk mendapatkan perlakukan yang adil dalam hubungan kerja tidak berdasar hukum.

Poin terakhir, kata Ghufron, bahwa korektif yang diminta Ombudsman RI terhadap KPK tidak ada hubungannya sama sekali dengan laporan dan hasil temuannya.

“Tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman RI tidak memiliki hubungan sebab akibat (causalitas verband) bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan LHAP,” imbuhnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version