JAKARTA, Inibalikpapan — Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menjatuhkan denda Rp 1,1 miliar kepada PT. Dharma Satya Nusantara, Tbk.  (DSNG) karena telah terbukti melakukan keterlambatan pemberitahuan atas  pengambil alihan saham yang dilakukannya atas PT. Rimba Utara. Putusan tersebut dibacakan Majelis Komisi pada Sidang Majelis Komisi dengan agenda Pembacaan Putusan pada Jumat (11/2/2021).

Perkara dengan nomor register 20/KPPU-M/2020 ini berawal dari penyelidikan secara inisiatif yang dilakukan KPPU atas dugaan pelanggaran Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999 Jo. Pasal 5 PP No.57 Tahun 2010 yang dilakukan oleh DSNG dalam transaksi pengambilalihan saham yang dilakukannya atas 100 persen saham PT. Rimba Utama.

Transaksi yang dilaksanakan pada 19 Januari 2012 tersebut berlaku efektif pada 19 Maret  2012, dan seharusnya dilakukan pemberitahuan kepada KPPU paling lambat 1 Mei 2012. Namun, dari hasil proses persidangan ditemukan bukti bahwa, DSNG baru menyampaikan  pemberitahuan pada tanggal 26 November 2019 (terlambat hingga selama 1.854 hari).

Berdasarkan fakta tersebut, Majelis Komisi menyatakan bahwa DSNG terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 Jo.Pasal 5 PP No.57 Tahun 2010. Untuk itu, Majelis menghukum DSNG untuk membayar denda sebesar Rp 1,1 Miliar dan menyetorkannya ke Kas Negara selambat-lambatnya 30 hari setelah Putusan berkekuatan hukum tetap.

Lebih lanjut, Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada Komisi untuk menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK), agar pada saat menerima pemberitahuan keterbukaan informasi dari perusahaan terbuka yang melakukan kegiatan penggabungan badan usaha, peleburan badan usaha, dan/atau pengambilalihan saham  perusahaan, menyampaikan kepada pelaku usaha adanya kewajiban pemberitahuan kegiatan tersebut kepada KPPU sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UU No.5 Tahun 1999 dan PP No.57 Tahun 2010.

Selain itu, KPPU juga menjatuhkan sanksi kepada PT. Pembangunan Perumahan (Persero), Tbk. (PTPP) karena melakukan keterlambatan  atas pemberitahuan (notifikasi) pengambilalihan saham PT.Centurion Perkasa Iman (PTCPI). Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi dalam Sidang Majelis Komisi Pembacaan Putusan hari ini, menjatuhkan sanksi denda Rp 1 Miliar kepada PTPP.

Ksus dengan nomor perkara Nomor 19/KPPU-M/2020 ini diawali dari penyelidikan secara inisiatif oleh KPPU atas dugaan keterlambatan pemberitahuan pengambilalihan saham oleh PTPP atas PTCPI. Kasus berawal dari transaksi pengambilalihan 57 persen saham PTCPI oleh PTPP pada 3 Juli 2019. Transaksi tersebut  efektif pada tanggal 4 Juli 2019, yakni tanggal penerimaan pemberitahuan perubahan data perseroan PTCPI oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia.

Seharusnya, PTPP menyampaikan pemberitahuan kepada KPPU paling lambat pada tanggal 14 Agustus 2019. Namun, berdasarkan bukti terkait perhitungan tanggal efektif pengambilalihan saham dan kewajiban melakukan pemberitahuan, PTPP baru melakukan pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU pada tanggal 16 Agustus 2019.

Atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa PTPP telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 Jo. Pasal 5 PP No. 57 Tahun 2010, dan menghukum PTPP untuk membayar denda sebesar Rp1 Miliar dan menyetorkannya ke kas negara  selambat-lambatnya 30 hari setelah Putusan berkekuatan hukum tetap.

Majelis Komisi juga merekomendasikan kepada Komisi untuk menyampaikan saran dan pertimbangan kepada Menteri BUMN RI untuk memberi arahan kepada Direksi BUMN agar dalam proses penggabungan badan usaha (merger), peleburan badan usaha (konsolidasi), dan pengambilalihan saham perusahaan (akuisisi), memperhatikan Pasal 29 UU No. 5 Tahun 1999 dan PP No. 57 Tahun 2010.

 

Pada perkara lain, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jatuhkan Putusan atas perkara dugaan  persekongkolan tender Paket Pekerjaan Pembangunan Rumah Sakit Rujukan Regional  Langsa Satker Dinas Kesehatan Aceh Pemerintah Daerah Provinsi Aceh Tahun Anggaran  2018.

Dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang digelar pada 11 Februari 2021, KPPU memutuskan PT. Mina Fajar Abadi (Terlapor I) dan Pokja Konstruksi–LXXXIX Biro  Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Aceh Tahun Anggaran 2018 (Terlapor VII) terbukti  secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. 

Majelis  Komisi menjatuhkan sanksi denda kepada Terlapor I sejumlah Rp1,723 miliar. Perkara dengan nomor register 04/KPPU-L/2020 ini dan berawal dari laporan publik ini,  ini melibatkan beberapa terlapor. Dalam proses persidangan, Majelis Komisi membuktikan adanya persekongkolan vertikal  yang dilakukan oleh Terlapor I dan Terlapor VII dalam pengadaan tersebut, khususnya  dalam bentuk berbagai pembiaran dan fasilitasi yang dilakukan Terlapor VII kepada  Terlapor I untuk memenangkan tender.

Atas kasus tersebut, Majelis Komisi dalam Putusannya menyatakan bahwa hanya Terlapor I dan Terlapor VII yang secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 22 Undang�Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha  Tidak Sehat. Sehingga atas pelanggaran tersebut, Majelis Komisi menjatuhkan hukuman  berupa denda kepada Terlapor I sejumlah Rp1.723.500.000.
 Terlapor I diwajibkan melakukan pembayaran denda  selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap (inkracht)  serta melaporkan dan menyerahkan salinan bukti pembayaran denda ke KPPU.

Sementara atas Terlapor VII, KPPU akan memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur Provinsi Aceh dan/atau Pejabat Pembina Kepegawaian/Pejabat berwenang untuk memberikan sanksi hukuman disiplin kepada Terlapor VII dan melaporkan pelaksanaan sanksi tersebut kepada KPPU. 

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version