BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Keberadaan Jalan Tol Balsam akan memberikan multiplier effect bagi masyarakat Kalimantan Timur khususnya. Mulai dari efisiensi transportasi yang memangkas waktu tempuh, konsumsi bbm dan biaya pemeliharaan kendaraan, hingga  pengembangan kawasan pemukiman baru di sekitar jalan tol.

Disamping itu yang tak kalah penting, adanya penyerap tenaga kerja, pendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi beban APBN untuk pembangunan jalan tol serta meningkatkan pendapatan daerah melalui pembayaran PBB dan pajak reklame.

”Meskipun dengan berbagai risiko yang sangat tinggi bagi BUJT untuk merampungkan proyek ini, Jasa Marga tetap berkomitmen menyelesaikan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda tepat waktu agar dapat mendukung konektivitas di Ibu Kota Negara baru sehingga dapat mendukung pengembangan ekonomi dan wilayah,” beber Direktur Keuangan dan Administrasi PT JBS Adik Suprianto, (6/7/2020).

Operasional jalan tol ini bukan tidak menemukan kendala, setelah memasuki masa uji coba tanpa tarif selama 6 bulan, akhirnya Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) seksi 2, 3 dan 4 (Samboja – Simpang Jembatan Mahkota 2) resmi memberlakukan tarif pada 14 Juni 2020 lalu.

Lanjut Adik,  jalan bebas hambatan sepanjang 97,99 km pertama di Pulau Kalimantan ini telah resmi beroperasi guna menyokong kebangkitan ekonomi masyarakat dan industri. Namun sejak diberlakukannya tarif,  muncul berbagai opini mengeluhkan mahalnya tarif tol tersebut hingga desakan untuk penurunan tarif bahkan permintaan untuk pembebasan tarif.

Menengok kebelakang, pembangunan tol di Ibu Kota Baru ini terdapat beberapa hambatan, mulai dari terkendala pembebasan lahan hingga pembengkakan biaya yang membuat Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) namun PT Jasamarga Balikpapan-Samarinda (JBS) telah mengupayakan agar pembangunan rampung sesuai target.

PT JBS sendiri berinvestasi pada Seksi II, III, dan IV. Sementara pemerintah mengerjakan Seksi I dan V dengan total sepanjang 33,11 km dengan sekema viability gap fund (VGF).

Adik menjelaskan, mulanya biaya pembangunan Seksi II, III, dan IV sebesar Rp 10 triliun, namun belakangan meningkat dikarenakan kondisi medan yang tanahnya lunak, sehingga harus dilakukan pengerasan jalan berkali-kali dan menyebabkan tambahan investasi untuk mengatasi hal itu.

“Setelah beroperasi juga bukan tanpa risiko. Risiko yang dihadapi dalam investasi infrastruktur yang tingkat pengembaliannya memerlukan jangka waktu yang panjang seperti jalan tol adalah arus kas operasi negatif yang disebabkan hasil pendapatan tol tidak mencukupi untuk menutup biaya operasional dan bunga pinjaman. Kondisi ini biasanya berlangsung di 5-7 tahun pertama tergantung jumlah kendaraan yang lewat,”  jelasnya.

Adik menambahkan, sebagaimana disyaratkan dalam Penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT), biaya pembangunan Jalan Tol Balikpapan-Samarinda adalah minimum 30% dari ekuitas yang berasal dari para pemegang saham, dan 70% dari pinjaman dari kreditur.

“Dengan kondisi asumsi lalu lintas harian di awal beroperasi adalah sekitar 10.000 kendaraan saja dan masa konsesi yang 40-45 tahun serta adanya tambahan investasi BUJT karena kondisi tanah lunak, maka jika tarif Rp.1.000/Km untuk kendaraan Golongan I, tingkat pengembalian investasinya tidak mungkin sesuai dengan rencana yang tertuang dalam PPJT,”tandasnya.

Diketahui, Jalan Tol Balikpapan-Samarinda Seksi II, III, dan IV sepanjang 64,87 km telah diresmikan oleh Presiden Joko widodo pada tanggal 17 Desember 2019 dan mulai memasuki masa uji coba (beropasi tanpa tarif) pada 19 Desember 2019 pukul 06.00 WITA.  Diharapkan keberadaan tol tersebut dapat memberikan kemudahan akses serta mampu memicu pertumbuhan ekonomi di sekitar kawasan yang dilalui.

 

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version