BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com — Terpaan pandemik Covid di Balikpapan yang masih terjadi, tidak menyurutkan langkah Yusuf (32) seorang penyandang disabilitas Balikpapan yang mahir membatik.  Yusuf ikut merasakan dampak pandemi covid-19, hanya satu itu bukan pematah semangat untuk berkarya. Dulu memiliki toko Aneka Batik Balikpapan, kini hanya bisa memasarkan batik karyanya  melalui online.

Kemahiran membatik juga dituangkan dalam bentuk berbagi ilmu di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Balikpapan Tengah bagi anak-anak putus sekolah atau korban PHK.

Sejak awal 2019 Yusuf membuka usaha Aneka Batik Balikpapan di Kilometer 8 Balikpapan Utara. Semua hasil karyanya dijual di Aneka Batik Balikpapan miliknya, namun setelah pandemi covid-19 Maret 2020 lalu, terpaksa sementara ditutup.

“Saya buka dari awal 2019 Aneka Batik Balikpapan cuma ditutup karena covid-19, sekarang melalui online instragram Aneka Batik Balikpapan,” ujar Yusuf saat berbincang-bincang dengan inibalikpapan, Kamis (22/10/2020).

Hotel Novotel juga sebenarnya memberikan tempat bagi Yusuf untuk menjual hasil karyanya, bersama rekannya sesama disabilitas yang tergabung dalam Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPI) Balikpapan.

“Kebetulan kita ada kerjasama dengan Novotel, kami dari komunitas PPDI Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia Balikpapan saya termasuk anggota. Ketua PPDI mas Anto punya kerajinan pot dari daur ulang, Pak Heri juga kerajinan tas, ada juga baju dari mas Agus, kita jadikan satu di Novotel, kita dikasih tempat disitu,”terangnya.

Hanya saja kata dia, terpaksa tutup sementara setelah pandemi covid-19 sejak Maret 2020 lalu. “Kebetulan karena covid-19 kita ikuti protokol saja. Jadi tutup selama beberapa bulan ini, kita tutup sampai sekarang,”katanya.

BELAJAR MEMBATIK DI JOGYAKARTA

Yusuf mengaku, awalnya bisa membatik karena mendapat kesempatan belajar di Jogyakarta. Selama 3 minggu belajar di Kota Gudeg, pengajar di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB)  Balikpapan Tengah. Ia  begitu tekun hingga akhirnya lulus.

“Kebetulan pembina disabilitas Ibu Ety Nuzulianti almarhum, dia yang mengenalkan tentang batik, saya sampai disekolahkan ke Jogyakarta. Di Jogya saya kurang lebih 3 mingguan ditanggung almarhum ,” ceritanya.

“Sampai sekarang saya tahu tentang batik. Bisa dibilang almarhum sangat berjasa bagi saya. Almarhum dulu Humas Chevron,” tuturnya.

Setelah selesai, Yusuf kemudian balik ke Balikpapan dan sempat bekerja di Anirah Batik selama kurang lebih 3 tahun. Lalu mengundurkan diri dan sempat tak melakukan aktifitas membuat batik selama 4 bulan.

“Akhirnya saya memberanikan diri dengan keterbatasan saya mengumpul sedikit demi sedikit dari hasil kerja dulu, akhirnya saya membuka usaha juga sedikit-sedikit, saya bikin Aneka Batik Balikpapan,” ujarnya.

Meski Yusuf bukan penyandang disabilitas sejak lahir namun cacat kaki saat kecelakaan masa kecil, Dia tetap menilai bahwa kaum disabilitas harus memiliki pendidikan minimal keterampilan untuk menjadi tumpuan hidup. Selain membatik dia juga mampu membuat pot  dari lampu hias dari paralon bekas. Bedanya ilmu ini diperoleh dari Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Balikpapan.

“Kalau yang biasa buat lampu hias dari paralon mas Anto mas, Ketua PPDI,dan buat pot daur ulang juga mas Anto. Saya bisa dari mas Anto,” ucapnya.

Yusuf bersama Sri Sunarti pengrajin Batik dari IWATIK di SKB 

 

KEGIGIHAN YUSUF, INGIN ANGKAT NASIB KAUM DIFABEL

Meski sudah memiliki kemampuan membatik dan usahanya, laki-laki asal Samboja ini tidak puas begitu saja. Dia ingin ilmu dan pengalaman juga bermanfaat bagi kepada masyarakat umum khususnya rekan-rekannya. Niat tulus mengangkat derajat nasib kaum difabel menjadi keinginan hati yang sangat kuat. Kemampuan dan hasil yang diperolehnya, setidaknya jejak Yusuf  bisa diikuti rekan-rekanya yang mengalami nasib sepertinya.

Yusuf sendiri hanya bersekolah tingkat SD. “Pendidikan itu penting sekali. Jangan tinggalkan pendidikan karena itu dirasakan saat kita dewasa. Saya ingin teman-teman terus mencoba kemampuanya seperti ya membatik atau lainya,”imbuhnya.

Bukan hanya membatik, Yusuf juga mengaku mendapatkan pelatihan service AC pada 2015 silam dari BLK Balikpapan. Pelatihan ini diikuti rekan-rekannya. Bahkan sudah ada yang menggeluti sebagai mata pencarian. “Kalau Saya udah lupa tapi ada teman yang lanjut service AC,” ucapnya.

Yusuf tahu diri, meski   hanya SD, dari Samboja pindah ke Balikpapan dan ikut organisasi. Dari organisasi ini, keinginannya bergaul dan belajar dapat dipenuhi. Yusuf dapat memanfaatkan ilmunya saat belajar dari rumah kreatif dan Batik Anirah lima tahun lalu. Saat ini dia mengajar di Sanggar Kegiatan Belajar Balikpapan Tengah yang dikelola pemkot Balikpapan.

Dia berharap anggota Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPI) Balikpapan bisa mendapatkan pelatihan yang sama dengan peralatan yang memadai dari dukungan perusahaan seperti Pertamina atau lainya.

“Kalau nggak salah dari MOR mau rencanakan pelatihan 15 anggota penyandang cacat, kemungkinan habis covid ini kalau berakhir,” tuturnya.

Kegigihan Yusuf tidak hanya diaku Sri Sunarti rekan kerjanya yang juga pemilik toko Batik Iwatik di bilangan Mekarsari, Balikpapan. pekerja dari kalangan disabilitas seperti Yusuf nilai Sri Sunarti merupakan pekerja yang taat, bertanggungjawab dan jujur. “Yusuf ini orangnya jujur, taat kerja dan bertanggunjawab,” nilanya.

Penilaian serupa disampaikan Ketua PPDI Balikpapan Sugianto. Menurutnya,  Yusuf sebagai salah satu disabilitas yang aktif dan selalu semangat untuk melakukan berbagai aktivitas. Kegiatan sebagai penggiat batik juga sangat baik.

“Semangat dan spirit pantang menyerahnya juga kegigihan mas Yusuf yang buat kita kadang salut aja dan buat mas yusuf gak ada dikamusnya bahasa malu selama halal,” ucapnya.

Yusuf (kiri) bersama pengajar, dan pengurus SKB  disela-sela pelatihan, Kamis lalu (22/10) 

 

PELATIHAN CUMA HANYA PELATIHAN

Sayangnya, upaya memberdayakan kaum difabel kota Balikpapan belum dapat dilakukan secara baik.kendalanya pendampingan untuk pembinaan dan permodalan.

Ketua PPDI Balikpapan Sugianto menilai berbagai pelatihan yang sudah di ikuti oleh teman-teman disabilitas, hanya saja banyak pelatihan itu yang sia-sia.

“Karena tidak adanya pendampingan dan pembinaan setelah pelatihan yang di adakan dalam artian selama ini dinas hanya menggugurkan kewajiban saja,” ujarnya.

Sugianto mencontohkan pelatihan  memasak yang sama sekali tidak  berhasil, pelatihan service HP yang sempat berjalan beberapa saat dan beberapa ada yang bisa aktif, pelatihan service AC dan Pendingin hanya 1 orang yang bertahan. “Pelatihan membuat abon dan amplang yang hanya 2 hari pelatihan gagal total juga, pelatihan membuat kue yang hanya 2 hari gagal total juga. Gak ada yang jalan karena tidak ada pendampingan dan permodalan,” sebutnya.

Dia berharap, model pelatihan yang diberikan harus disertai dengan pendampingan dan permodalan sehingga tujuan akhir dari pelatihan bisa tercapai.

“Terakhir pelatihan Hidroponik yang digelar perusahaan. Kalau selebihnya dari Pemerintah Kota melalui Dinsos dan Deprindag, service AC dari Pemerintah Provinsi melalui Dinsos Prov Kaltim.Kalau dari Pertamina rencana ada, data nama-nama disabilitas  sudah kita masukan tapi karena ada covid ditunda,” tukasnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version