BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Seorang pekerja migran Indonesia (PMI) asal Kabupaten Lampung Timur, Nurhayati menjadi korban perbudakan di Arab Saudi selama 15 tahun.

Nurhayati tidak mendapat gaji (upah) dari majikannya selama bekerja. Parahnya, perempuan kelahiran 1984 ini juga tidak diizinkan berkomunikasi dengan keluarga di kampung halamannya.

Dilansir dari suara.com, Mistiani, bibi Nurhayati menceritakan, pihak keluarga sudah hilang kontak dengan Nurhayati sejak 15 tahun lalu. Usut punya usut, ternyata Nur diisolasi oleh majikannya.

“Tadi sore jam 6, kami baru telepon dengan Nur. Nur bilang dia selama 15 tahun disekap tidak diberi kebebasan untuk komunikasi dengan keluarga dan tidak diperbolehkan keluar dari rumah majikan,” ujarnya

Saat ini, Nurhayati berada di KBRI Indonesia di Riyadh, setelah selama 15 tahun mengalami perbudakan. “Bahkan Nur bilang selama 15 tahun belum mendapatkan haknya (upah),” kata Mistiani

Beruntung akhirnya Nurhayato bisa kabur dari majikannya, ketika hendak memperpanjang paspor. Nurhayati kemudian melapor ke KBRI Riyadh terkait persoalan yang dialami selama 15 tahun.

“Setiap 5 tahun kan paspor harus diperpanjang. Waktu memperpanjang panjang paspor yang pertama dan kedua, Nur didampingi majikannya,” ujarnya.

“Pas memperpanjang paspor yang ketiga Nur disuruh memperpanjang sendiri. Momen tersebut dimanfaatkan keponakan saya untuk melapor ke KBRI Riyadh,”

Nurhayati berada di KBRI sudah sejak April 2022. Di KBRI Nurhayati sudah merasa nyaman, bisa melakukan komunikasi dengan keluarga meskipun baru komunikasi dua kali selama Nurhayati di KBRI.

“Nur di KBRI hanya dapat jatah telepon keluarga seminggu satu kali. Durasinya pun dibatasi selama 12 menit, tapi keluarga sudah sangat bersyukur bisa melakukan komunikasi melalui sambungan telepon” ujar Mistiani.

Ketua Pusat Garda Buruh Migran Indonesia (BMI) Imam Khambali, membenarkan bahwa Nurhayati tidak menerima gaji selama 15 tahun. Garda BMI kini tengah beruaya agar Nurhayati bisa menerima upahnya

Langkah awal yang dilakukan Garda BMI yaitu meminta pihak KBRI segera mengirim nota diplomatik yang ditujukan kepada majikan Nurhayati.

Jika dengan cara diplomatik, hak Nurhayati tetap tidak diterima, maka Garda BMI akan menempuh jalur hukum.

“Kabarnya KBRI sudah mengirimkan nota diplomatik, harapan kami dengan cara diplomatik persoalan yang dialami PMI asal Lampung Timur tersebut bisa terselesaikan,” kata Imam Khambali.

Nurhayati berangkat ke Arab Saudi pada 2005. Awal di negeri seberang, Nurhayati masih rajin menghubungi keluarga di kampung halaman.

“Pada 2005 sampai 2007 sempat komunikasi tapi bisa dihitung tidak lebih dari 5 kali selama dua tahun. Kala itu menghubungi masih lewat wartel,” cerita Sarip, ayah Nurhayati.

Setelah 2007 Nurhayati tidak lagi menghubungi keluarganya. Ini membuat keluarga panik, berpikir yang tidak-tidak.Keluarga berupaya mencari tahu keberadaan Nurhayati melalui media sosial dan mendatangi dukun. Namun semua sia-sia. Sarip mengaku sempat putus asa.

“Namanya kami orang awam, orang desa, dan ditambah pikiran tidak karuan sehingga sering datang ke orang pintar, minta petunjuk agar bisa menemukan keberadaan anak saya yang ada di Arab Saudi sana, minimal bisa komunikasi,” kata Sarip.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version