Putusan MK: Pencemaran Nama Baik Hanya Berlaku Terhadap Individu, Bukan Lembaga

Gedung Mahkamah Konstitusi (foto : indonesia.go.id)
Gedung Mahkamah Konstitusi /ist

JAKARTA, Inibalikpapan.com — Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materiil yang diajukan oleh warga Karimunjawa, Kabupaten Jepara, Daniel Frits Maurits Tangkilisan, terhadap Pasal 27A jo. Pasal 45 ayat (4) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Dalam Putusan Nomor 105/PUU-XXII/2024 yang dibacakan dalam sidang pleno yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo, Mahkamah menegaskan bahwa penerapan Pasal 27A UU ITE hanya berlaku terhadap individu, bukan lembaga, institusi, atau kelompok tertentu.

“Pasal 27A hanya dapat dikenakan terhadap pencemaran nama baik yang ditujukan kepada individu, bukan badan hukum, lembaga, institusi, atau kelompok masyarakat tertentu,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan hukum, dikutip dari laman MK.

Pasal 27A: Delik Aduan Hanya untuk Individu

MK memperjelas bahwa pelaporan dugaan pencemaran nama baik berdasarkan Pasal 27A UU ITE merupakan delik aduan. Artinya, hanya individu yang merasa nama baiknya dicemarkan yang berhak membuat laporan, bukan perwakilan korporasi atau lembaga.

Untuk menghindari kesewenang-wenangan, MK menegaskan bahwa frasa “orang lain” dalam pasal tersebut harus dimaknai sebagai perseorangan, bukan lembaga pemerintah, institusi, korporasi, atau kelompok spesifik.

“Dengan begitu, frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang tidak dimaknai hanya untuk individu,” lanjut Arief.

BACA JUGA :

Frasa “Suatu Hal” Harus Dimaknai Spesifik

Dalam putusan tersebut, MK juga mengkritisi penggunaan istilah “suatu hal” dalam Pasal 27A yang dinilai multitafsir. Mahkamah menilai bahwa istilah ini harus dibatasi sebagai “suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang”, agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap bentuk kritik atau ekspresi sah di ruang publik.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menambahkan bahwa tanpa pembatasan yang jelas, ketentuan ini bisa mengancam kepastian hukum dan kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945.

Pembatasan terhadap Pasal 28: Melindungi Kebebasan Ekspresi

Dalam pertimbangannya terhadap Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) UU ITE, MK menyatakan unsur “tanpa hak” tetap relevan untuk melindungi profesi seperti pers, peneliti, dan aparat hukum yang menjalankan tugasnya secara sah.

Namun, Mahkamah juga memberikan batasan penting: penerapan pidana hanya berlaku terhadap konten elektronik yang secara substansi memuat ajakan kebencian berdasarkan identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja, di muka umum, dan menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan.

Implikasi Putusan: Perlindungan Terhadap Kritik Publik

Putusan MK ini mempertegas posisi hukum bahwa kritik terhadap lembaga, institusi, atau pejabat publik tidak bisa lagi dijerat Pasal 27A UU ITE, sepanjang tidak menyerang nama baik pribadi individu tertentu.

Putusan ini juga menjadi kemenangan penting bagi kebebasan berekspresi di Indonesia, dengan menutup celah kriminalisasi terhadap ekspresi sah di ruang digital.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses