BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Jumlah tenaga kerja yang terserap di sektir pertanian di Kota Balikpapan setiap tahunnya terus turun. Data Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan (DP3) Kota Balikpapan menyebutkan, tenaga kerja yang terserap pada skotor pertanian saat ini hanya 9.341 orang.

Jumlah itu terbagi dalam 262 kelompok tani yang  terdiri 147 kelompok tani pangan, 56 kelompok nelayan, 14 kelompok wanita tani, 5 kelompok Pengolah Hasil dan 4 kelompok Pembudidaya Perikanan.

“Jumlah itu menurun apabila merujuk data Badan Pusat Statistik kota Balikpapan tahun 2018. Ada penurunan sekitar 2.500 kk ya, dan memang beberapa tahun terakhir mengalami penurunan untuk sdm yang bergelut pada pertanian,” ujar Kepala DP3 Kota Balikpapan, Heris Prisni.

Berdasarkan Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) tahun 2018 oleh BPS Kota Balikpapan bahwa jumlah petani di kota minyak ini sebanyak 8.646 orang. Dimana 78 persen dari petani berjenis kelamin laki-laki dan 22 persen petani perempuan.

Adapun rumah tangga pertanian berdasarkan jenis usaha utama adalah tanaman padi sebanyak 30 rumah tangga, tanaman palawija 633 rumah tangga, hortikultura 2.342 ruta, perkebunan 1.246, peternakan 1.173 ruta, budidaya ikan sebanyak 263 rumah tangga, penangkapan ikan 1.218, budidaya tanaman kehutanan 2 ruta, kehutanan 25 dan jasa penunjang pertanian 3 rumah tangga.

Dia mengungkapkan, penyebab turunnya jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian, karena banyak tenaga kerja yang tidak memilih pertanian dengan alasan upah murah. Mereka lebih memilih pekerjaan lain.

“Biasanya memang orang tua yang memiliki lahan pertanian dilanjutkan oleh anaknya atau keluarganya sendiri. Buruh tani untuk di Balikpapan dalam sehari diberikan honor Rp90-100 ribu. Sehingga tenaga kerja lebih memilih sektor lainnya,” pungkasnya.

Penyebab lainnya karena adanya alih fungsi lahan seperti ada pembangunan perumahan dari lahan yang dimiliki petani. Luas lahan pertanian yang tercatat tahun 2017 sebanyak 15 ribu hektare. Dan yang dimanfaatkan seluas 10 ribu hektare.  

“Penurunan banyak lahan pertanian yang alih fungsi pembangunan perumahan. Tetapi apabila lahan pertanian yang sudah masuk rencana tata ruang wilayah (RTRW) tidak akan digunakan, kecuali untuk pertanian. Karena sudah berdasarkan RTRW maka tidak akan dibangun,” ujarnya.

 “Tahun 2018, kalo merujuk BPS luas lahan yang dikuasai petani di Balikpapan juga tak banyak. Kalo kami mengukur dari petani yang mengolah,”

Saat ini Pemerintah Kota Balikpapan terus berupaya mendorong tenaga kerja atau pencari kerja untuk tertarik pada sektor pertanian. Salah satu upayanya adalah dengan mengolah lahan pertanian menggunakan inovasi teknologi.

Misalnya, mendorong petani untuk menggunakan alat dan mesin pertanian modern. Bahkan sejak dua tahun belakangan petani mulai menggunakan tekhnolohi yaitu Kultivator. Kultivator mengaduk dan menghancurkan gumpalan tanah yang besar, sebelum penanaman (untuk mengaerasi tanah) maupun setelah benih atau bibit tertanam (untuk membunuh gulma).

“Strateginya seperti apa ? Agar generasi penerus dalam bertani khususnya dalam mengolah pertanian dapat terus bertahan dan tidak ditinggalkan yaitu dengan alsintan. Jadi kadang generasi muda ini tidak mau capek,” ujarnya.

“Alat dan mesin pertanian, kultivator hanya berapa jam untuk satu hektare sudah bisa dilakukan. Tidak harus mencangkul berhari-hari. Sekarang kita mulai kenalkan. Memang satu unit kultivator tidak murah. Satu unit itu sekitar Rp17 juta,”  “Kami mulai kenaikan alsintan baik melalui bantuan APBN maupun alat yang dibeli petani sendiri dengan swadaya. Kalo dilihat petani disini (Balikpapan, Red) juga secara ekonomi mampu meningkatkan kesejahteraanya dengan lahan pertaniannya.”

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version