BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Perusahaan media wajib memberikan jaminan perlindungan teradap jurnalis, khususnya yang ditugaskan di daerah atau wilayah yang berisiko.

Hal itu disampaikan Koordinator Bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia Erick Tanjung merespons catatan serangan terhadap para jurnalis sepanjang tahun 2022.

Dimana perusahaan media harus memberikan pelatihan, pemulihan trauma, hingga tunjangan hidup terhadap jurnalis yang menjadi korban serangan fisik, digital, pemidanaan, hingga penangkapan.

Tak hanya itu dalam diskusi daring itu Erick menyebutkan, perusahaan media juga wajib menyediakan mitigasi dan perlindungan bagi jurnalis yang diterjunkan untuk meliput isu korupsi.

“Perusahaan media yang menugaskan jurnalis ke wilayah berisiko harus memberikan jaminan perlindungan seperti pelatihan, jaminan sosial, pemulihan trauma, dan tunjangan hidup sepanjang jurnalis yang menjadi korban belum bisa bekerja kembali,” ujarnya, Senin (16/1/2023).

Dalam catatan bertajuk ‘Serangan Meningkat, Otoritarianisme Menguat’, AJI Indonesia mencatat ada 61 kasus serangan terhadap jurnalis yang terjadi sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat jika dibandingkan pada tahun 2021 dengan rincian sebanyak 43 kasus.

Dari 61 kasus yang terdata AJI Indonesia, ada 15 kasus dalam bentuk serangan digital, 20 kasus serangan fisik terhadap jurnalis, dan 10 kasus dalam bentuk intimidasi. Kemudian, ada tiga kasus kekerasan berbasis gender atau kekerasan seksual hingga 5 kasus dalam bentuk penangkapan dan pelaporan secara pidana.

Dari 15 kasus serangan fisik terhadap jurnalis, empat kasus di antaranya berkaitan dengan pemberitaan lingkungan dan konflik agaria. Kasus paling menonjol dialami oleh jurnalis Ampera News, Faisal yang dibacok pada bagian kepala, leher, hingga tangan pada 5 Desember 2022.

Saat itu, Faisal sedang meliput terkait isu pengolahan emas ilegal di Desa Mulyo Sari, Dusun Way Ratai, Lampung. Selanjutnya ada kasus pemukulan terhadap redaktur Cermat.id, Nurkholis Lamaau yang menulis artikel tentang batu bara oleh salah satu anggota keluarga Wakil Wali Kota Tidore.

Dalam bentuk serangan verbal maupun teror, AJI Indonesia mencatat ada 10 kasus dengan rincian sebanyak 8 jurnalis. Beberapa kasus ini terjadi lantaran sejunlah jurnalis yang menjadi korban menulis berita terkait dugaan korupsi yang terjadi di institusi kepolisian.

Insiden yang paling menonjol dialami oleh jurnalis NTBSatu.com, Mugni Agni. Dia mendapat teror secara beruntun usai menulis laporan berjudul “Terindikasi Fee Mengalir ke Oknum Penyidik Polda NTB Terkait Kasus Kosmetik Ilegal”.

“Dia diintimidasi oleh anggota polisi dari Polda NTB. Polisi itu mengancam memakai KUHP yang baru disahkan agar korban tidak melanjutkan liputannya,” papar Erick.

AJI Indonesia juga mencatat ada 5 kasus yang berkaitan dengan penangkapan, pemidanaan, dan gugatan secara perdata terhadap jurnalis di 2022. Misalnya, enam media yang digugat secara perdata sebesar Rp. 100 triliun ke Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan.

Enam media itu yakni Antara News, Terkini News, Celebes News, Makassar Today, Kabar Makassar, dan Radio Republik Indonesia (RRI). Dalam gugatan tersebut, enam media itu menang.

Dari 61 kasus serangan jurnalis dan orgsnisasi media sepanjang 2022, ada 16 kasus yang secara resmi dilaporkan ke kepolisian. Erick merinci, sebanyak lima kasus sudah ditangkap terduga pelakunya dan satu kasus dihentikan karena tidak ditemukan bukti.

Dari lima kasus yang pelakunya sudah ditangkap, empat kasus diantaranya dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan. Namun, pihak kepolisian tidak menggunakan tambahan Pasal 18 ayat 1 sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers — berakhir dengan impunitas.

Salah satu contoh kasusnya adalah vonis ringan terhadap anggota keluarga Wakil Wali Kota Tidore oleh Pengadilan Negeri Soasio. Kasus itu berkaitan dengan pemukulan terhadap jurnalis Nurkholis Lamaau.

“Padahal jurnalisnya dipukul karena pemberitaan tapi penegak hukum tidak menggunakan Undang-Undang Pers,” beber Erick.

Pada tahun 2022, AJI Indonesia juga mencatat beberapa kasus larangan terhadap jurnalis yang ingin melakukan peliputan. Ternayar, jurnalis CNN Indonesia dan 20 Detik dihalang-halangi oleh polisi tak berserangam di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan terkait kasus penembakan yang menewaskan Brigadir Nofiransyah Yosua Hutabarat atas terdakwa Ferdy Sambo.

Dalam hal ini, polisi masih menjadi aktor dominan dalam hal kekerasan terhadap jurnalis. Catatan AJI Indonesia, 15 kasus kekerasan dilakukan oleh polisi, 7 kasus oleh aparat pemerintahan, dan 2 kasus oleh anggota TNI.

Sedangkan, 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis juga dilakukan oleh aktor non negara. Empat kasus melibatkan ormas, enam kasus melibatkan perusahaan, sembilan kasus melibatkan warga, dan satu kasus melibatkan partai politik.

“Sisanya, 17 kasus belum teridentifikasi siapa pelakunya,” beber Erick.

Suara.com

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version