Skandal Suap eks Sekretaris MA Hasan Hasbi, Direktur PT WA-Menas Ditahan KPK
JAKARTA, Inibalikpapan.com – Direktur PT WA-Menas, Erwin Djohansyah, resmi ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terhadap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata, Kamis (25/09/2025), mengungkapkan bahwa kasus ini melibatkan aliran dana mencapai Rp9,8 miliar.
Uang tersebut diduga diberikan untuk memuluskan sejumlah perkara di tingkat peradilan, dengan pola “DP dulu, urusan belakangan” yang disepakati antara pihak swasta dan pejabat terkait.
“Praktik ini menegaskan adanya mafia peradilan yang merusak sistem hukum Indonesia. Kami memastikan semua pihak yang terlibat akan diproses secara hukum,” tegas Alexander, dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.com
Kronologi Kasus Suap
Kasus bermula dari upaya PT WA-Menas yang menginginkan kepastian hukum atas perkara yang tengah mereka hadapi. Untuk meloloskan agenda bisnisnya, perusahaan diduga menyalurkan uang suap lewat sejumlah perantara hingga sampai ke tangan Hasbi Hasan.
KPK menemukan bukti kuat berupa transaksi keuangan dan komunikasi antara Erwin Djohansyah dengan pihak-pihak di lingkaran MA. Pola penyerahan dana dilakukan bertahap, dimulai dari pembayaran uang muka hingga penyelesaian perkara.
Erwin Djohansyah Ditahan
Erwin Djohansyah kini resmi ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan KPK. Ia dijerat dengan pasal tindak pidana korupsi karena memberikan suap kepada penyelenggara negara. Penahanan ini menambah daftar panjang aktor-aktor bisnis yang mencoba mengatur hukum demi kepentingan pribadi maupun korporasi.
KPK menegaskan, proses hukum akan menjerat semua pihak yang terlibat, termasuk jika ada pejabat aktif lain yang terbukti menerima aliran dana.
Kasus ini kembali menyoroti lemahnya integritas lembaga peradilan di Indonesia. Suap senilai Rp9,8 miliar yang terungkap bukan hanya merusak kepercayaan masyarakat, tetapi juga menunjukkan adanya jaringan mafia hukum yang terstruktur.
Sejumlah kalangan menilai, momentum ini harus dimanfaatkan pemerintah untuk mempercepat reformasi di tubuh Mahkamah Agung dan lembaga peradilan lainnya. Transparansi, digitalisasi perkara, dan pengawasan ketat menjadi kunci mencegah kasus serupa terulang.
Meski mengejutkan, pengungkapan ini dianggap sebagai bukti komitmen KPK dalam memberantas korupsi di sektor peradilan. Publik kini menunggu konsistensi KPK untuk menuntaskan kasus hingga ke akar, termasuk mengusut kemungkinan keterlibatan aktor besar lainnya.
Kasus Rp9,8 miliar ini bukan hanya soal suap, melainkan soal keberanian negara menegakkan keadilan. Jika tidak ada reformasi nyata, kepercayaan masyarakat terhadap hukum akan terus terkikis.
BACA JUGA
