BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Suasana duka masih terasa di kediaman rumah almarhum Sutrisno warga RT 19 Kelurahan Margomulyo, Balikpapan Barat saat jurnalis Inibalikpapan.com diterima Ibu RT 19 Margomulyo Siti Hatikah berkunjung ke rumah duka, Senin (16/1/2023).
Di rumah yang tampak semi permanen ini, tampak anak-anak almarhum Sutrisno yang masih kecil-kecil sedang duduk beristirahat di teras rumah, kedatangan awak media disambut hangat.
“Silahkan mas masuk, ntar saya panggilkan ibu dulu di dalam,” kata salah satu anak almarhum mempersilahkan untuk masuk dalam rumah.
Tampak istri almarhum dengan wajah yang masih sedih dan berduka bersedia menerima kedatangan awak media, namanya Defid, ibu dengan 6 orang anak ini harus tegar kala sang suami tercinta Sutrisno sudah pergi lebih dulu menghadap penciptanya, Sabtu (14/1/2023).
Kepada media ini, Defid mau menceritakan kejadian yang tidak mengenakan bagi keluarganya kala berobat ke Rumah Sakit Pertamina Balikpapan (RPSB) pada Sabtu (14/1/2023).
Sebelum ke RSPB pada Sabtu pagi (14/1/2023), Defid membenarkan membawa almarhum suaminya ke RSUD Beriman pada Jumat malam (13/1/2023), beliau hanya ditangani rawat jalan dan membayar biaya untuk penanganan pasien senilai Rp 395 ribu dan memang tidak pakai kartu BPJS KIS.
“Kondisi suami saya malam itu gak enak badan, saya bawalah ke RSUD, sesampainya disana langsung ditangani, tapi rawat jalan dan boleh pulang,” kata Defid.
Keesokan paginya Sabtu (14/1/2023) sekira pukul 10.00 wita kondisi suami agak memburuk, oleh tetangga dan keluarga dibawalah ke RSPB , sesampainya disana masuk ke Ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), Defid ditanya pasien atas nama Sutrisno pakai jaminan apa, Defid berujar ke petugas administrasi pakai BPJS KIS, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata BPJS KIS punya Sutrisno ini sudah non aktif, kagetlah Defid kalau kartu BPJS KIS suaminya tak aktif.
“Suami saya beberapa waktu ini memang tidak pernah berobat, karena jarang sakit, waktu mau digunakan malah kartunya non aktif,” kata Defid menjelaskan ke awak media.
Karena sang suami harus dilakukan tindakan lebih lanjut, pihak IGD RSPB menyarankan agar pihak keluarga membayar Rp 10 juta untuk proses lebih lanjut, karena kondisi Defid termasuk keluarga miskin dan tak mampu, mendengar biaya yang mencapai Rp 10 juta, Defid langsung merasa seperti disambar petir di siang bolong.
“Ya saya bilang kalau segitu nilainya saya gak punya, ini cuma ada Rp 2 jutaan aja,” kata Defid yang sudah nampak bingung kala itu.
Itupun kalau lebih dari Rp 2 jutaan, Defid harus mencari pinjaman kemana-mana demi sang suami tercinta.
“Saya negolah ke pihak administrasi di IGD, kalau pelayanan sehari aja saja butuh berapa uangnya, ya saya tanya begitu,” akunya.
“Yang penting suami saya ini ditangani dulu,” tambahnya.
Awalnya pihak adminitrasi IGD RSPB bersikuku agar Defid menyiapkan uang Rp 10 juta secepatnya, tidak ada toleransi waktu jika ingin pasien atas nama Sutrisno ditangani lebih lanjut.
“Kata petugas uangnya harus ada, gak diterima kalau sampai malam hari, harus ada sekarang, katanya BPJS KIS suami saya sudah non aktif,” akunya.
“Dan informasi dari pihak BPJS Kesehatan kartu BPJS KIS suami saya tidak ditanggung dan tidak diaktifkan kembali,” kata Defid menirukan apa yang disampaikan petugas administrasi IGD RSPB, kepada dirinya,” tambahnya.
Diketahaui sang suami keseharian hanya bekerja tukang serabutan, demi memenuhi kebutuhan istri dan enam orang anak-anak yang masih kecil-kecil.
“Saya cuma IRT mas, kasihan anak-anak masih kecil sudah ditinggal bapaknya, mau gak mau saya yang harus menggantikan posisinya,” kata Defid sambil menahan raut sedih diwajahnya.
“Suami saya kata dokter untuk kondisi tekanan, tensi semuanya pada naik, bahkan saat di CT Scan dikasih tahu ada pembuluh darah yang pecah di kepala,” kata Defid.
Sementara itu, saat dikonfirmasi awak media via telepon, Dirut RSPB, Muhammad Noor Khairuddin membantah jika ada permintaan uang dalam penanganan pasien mau dia punya kartu BPJS atau non BPJS yang masuk ke IGD RSPB.
“Setelah kami lakukan pemeriksaan ternyata pasien Sutrisno ini untuk kartu BPJS KIS nya tidak aktif sejak Mei 2022 lalu,” ujar Khairuddin.
Bahkan pada Jumat (13/1/2023) malam sempat ada riwayat, pasien Sutrisno ada pengobatan di RSUD Beriman Gunung Malang sebelum Sabtu (14/1/2023) pagi berobat ke RSPB.
“Di RSUD Beriman juga BPJS KISnya tidak digunakan, dan kami juga sudah konfirmasi ke pihak BPJS Kesehatan yang jawabannya memang yang berasngkutan untuk pasien Sutrisno kartu BPJS KIS nya sudah tidak aktif sejak Mei 2022 lalu,” kata Khairuddin.
Khairuddin menambahkan, sejak pasien masuk ke IGD sudah dilakukan penanganan awal, mulai dari pemasangan infus, ekg, CT Scan, pemeriksaan dada.
“Itu dilakukan tanpa ada permintaan uang di depan, penanganan sudah kami lakukan semuanya,” klaimnya.
Kemudian saat pasien di IGD dari datang sampai meninggal itu waktunya sekitar 2,5 jam, masuk dalam kondisi koma, kesadaran menurun artinya pasien sangat tidak stabil dan kondisinya jelek, penanganan sudah dilakukan dari awal.
“Intinya tidak ada permintaan uang di IGD, karena tidak membayar tidak ditangani kemudian pasien ini meninggal,” akunya
Disinggung apakah pasien Sutrisno ini memiliki BPJS atau KIS, Khairuddin mengaku itu sama saja, yang beda hanya apakah dia PBI atau Non PBI, kalau BPJS PBI sudah pasti kelas 3, tapi kalau non PBI bisa kelas 1,2 atau 3.
“Saya tidak tahu kalau soal itu, yang kami tahu saat dikonfirmasi ke BPJS kesehatan, kartu BPJS KIS pasien sudah tidak aktif Mei 2022 silam,” akunya.
Kembali ke Defid, istri almarhum pasien Sutrisno ini membantah jika dibilang tidak ada permintaan uang pada saat penanganan di ruang IGD RSPB.
Bahkan dia sendiri yang mengurus surat menyurat administrasi itu di IGD RSPB, jelas-jelas dimintain uang senilai Rp 10 juta untuk penanganan pasien atas nama Sutrisno dengan alasan BPJS KIS nya sudah non aktif.
“Demi allah mas, saya dimintain uang Rp 10 juta, bilangnya kartu BPJS KIS suami saya ini sudah non aktif,” kata Defid.
Karena merasa berat nominal yang cukup besar Rp 10 juta, Defid dengan berbelas kasih meminta ada keringanan pembayaran, dia mengusulkan kalau pembayaran untuk hitungan hari saja.
“Saya gak sanggup mas kalau langsung ada Rp 10 juta, saya minta keringanan bayar perhari aja, saya cuma mampu bayar sekitar Rp 2 jutaan,” akunya.
Setelah meyakinkan pihak administrasi RSPB akan membayar uang senilai yang dijanjikan Defid, apa daya sang suami tercinta yang berada di IGD RSPB menghembuskan nafas terakhirnya.
“Saat itu posisi saya bolak balik urus adminitrasi ini, dapat kabar suami saya sudah meninggal,” hela Defid.
Setelah berjuang kesana kemari, Defid harus merelakan kepergian sang suami, sebelum membawa pulang jenazah almarhum suami, Defid tetap dimintai pembayaran untuk penanganan rawat jalan saat di IGD, totalnya sekitar Rp 1,6 juta.
“Ini ada kuitansinya, jadi tidak benar kalau saya itu tidak dimintain uang, pada saat masuk saja sudah langsung dimintain Rp 10 juta karena BPJS KIS suami sudah non aktif,” pungkasnya.