Diduga Dua SPBU Di Balikpapan Jual Pertalite Tanpa Batasan ke Pengetap

BALIKPAPAN,Inibalikpapan.com – Tak bisa dipungkiri sudah berapa bulan terakhir ini sejumlah SPBU Di Kota Balikpapan dijumpai panjangannya antrean kendaraan untuk mengisi BBM.

Salah satunya di SPBU yang berada di Stal Kuda dan SPBU Batakan, bahkan akibat kendaraan yang antre panjang hingga ke badan jalan menyebabkan kendaraan yang melintas di kawasan dekat SPBU juga ikut antre.

Dari pantauan media di SPBU Stalkuda diduga mereka yang ikut mengantre juga para pemilik mobil yang bisa jadi pengetab, beberapa kendaraan yang sudah isi BBM kembali terlihat mengantre lagi.

“Ada aja itu mas, biasanya para pengetap yang pakai mobil dan motor thunder,” kata Iwan salah satu warga yang ikut antre BBM di SPBU Stalkuda, Rabu (8/11/2023).

Iwan bahkan sering menyaksikan ada kendaran yang sudah mengisi di depan kendaraannya, tiba-tiba kembali antre di belakang kendaraannya setelah satu jam kemudian.

“Mereka itu bolak balik, sementara kami yang pakai mobil saja dibatasi karena menggunakan aplikasi my Pertamina,” kata Iwan.

Hal senada juga disampaikan Jafar warga Manggar yang membeli BBM jenis Pertalite di SPBU Batakan, beberapa kendaran terutama mobil yang sudah isi BBM selang berapa jam bisa kembali isi BBM lagi.

“Inikan tidak adil, kami saja ada batasan, kenapa ada sejumlah mobil atau motor tetap dilayani meski sudah bolak balik ke SPBU,” akunya.

Dirinya berharap ada ketegasan dari pihak terkait, terhadap kedua SPBU ini, jangan sampai ada dugaan ‘main mata’ dengan pemilik kendaraan tertentu.

“Harus segera ditertibkan, kasihan kami ini yang juga butuh BBM,” akunya.

Terlihat antrean panjang pengendara yang hampir sepeda motornya sama jenisnya, yakni motor Suzuki Thunder dengan ukuran tangki yang besar. Mereka mengantre diduga sebagai pengetap dengan ciri khas memakai masker penutup wajah.

“Mungkin mereka mau rapat den­gan pengelola SPBU di situ. Tapi rapat apa? Apa yang dibahas? Apakah ada permainan antara pemilik atau petu­gas SPBU dengan para pengetap BB mini,” ungkap Mispan warga yang ter­paksa harus menghindari antrean panjang itu dan beralih ke pengisian BBM jenis Pertamax.

Sementara itu, hal yang sama juga turut disampaikan Yohanis Maroko yang menuturkan antrean sesak di­penuhi oleh oknum yang diduga pen­getap ini juga terjadi di beberapa SPBU milik swasta lainnya.

Ini sama dengan SPBU yang ada di Balikpapan Timur. Ada juga SPBU swasta lainnya yang hanya mengaktifkan nozzle di 1 mesin saja untuk pertalite, sementara 1 titik pengisian pertalite itu biasanya minimal ada 2 mesin atau 4 mesin. 

“Akhirnya apa, banyak warga yang mengantre terlalu pan­jang terpaksa berpindah ke pengisian sebelah untuk BBM jenis Pertamax,” tutur Yohanis yang merupakan penga­cara dari salah satu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Balikpapan.

Baik Yohanis maupun Mispan ked­uanya berharap agar melihat masalah kelangkaan yang diduga akibat ulah nakal para oknum pengetap BBM ini membuat warga resah sekaligus gre­getan akibat isu kelangkaan BBM di Balikpapan. Keduanya meminta agar masalah ini dapat segera ditangani dengan tuntas oleh pihak kepolisian.

“Polisi harusnya bertindak, warga sudah terlalu resah dan sangat grege­tan dengan masalah ini. Masalahnya kalau susah mendapatkan pertalite di SPBU, mau tidak mau kami harus membeli di pengecer yang harganya jauh lebih mahal. Belum lagi takaran ukuran di botol yang digunakan itu hanya 850 mililiter bukan 1 liter,” jelasnya.

“Har­ganya sudah dinaikkan lebih mahal, ukarannya pula dikurangi, iya kalau tidak dicampur lagi, kacau ini. Tolong polisi ditindak tegas para oknum pen­getap BBM, jangan tutup mata karena ini sudah merupakan pelanggaran pidana,” pinta Yohanis.

Panjangnya antrean kendaraan hingga keluar area SPBU dan memakan sebagian badan jalan, turut memicu kemacetan. Badan jalan menyempit, kemacetan tak terelakkan.

Sayangnya, hingga saat ini belum ada tanda-tanda kapan antrean pembelian BBM di SPBU terlihat normal. Pertamina selaku BUMN yang menjalankan usaha minyak nasional mengklaim, sudah mencari solusi untuk mengurangi antrean kendaraan yang terjadi setiap hari di Balikpapan.

Salah satunya mengatur jalur antrean kendaraan yang akan mengisi Pertalite. Sekaligus memastikan jalur BBM non-subsidi tidak terganggu, salah satunya dengan jalur red carpet untuk konsumen Pertamax, Pertamax Turbo dan Pertamina Dex (SPBU COCO). 

“Terkait antrean yang membludak pun, kami mengimbau konsumen dengan spek (spesifikasi) kendaraan minimal RON 92 untuk mengisi kendaraan dengan Pertamax,” kata Area Manager Communication Relation and CSR Pertamina Patra Niaga Kalimantan Arya Yusa Dwicandra.

Dia pun menanggapi mengenai tidak semua SPBU di Balikpapan melayani penjualan Pertalite. Karena Pertamina menyediakan BBM non-subsidi jenis lainnya. 

Seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex, dan solar yang harus dijual sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

“Jadi tidak mungkin SPBU hanya menjual Pertalite. Di Balikpapan, ada 13 dari 14 SPBU yang menjual Pertalite. Dan hingga akhir Oktober sudah 102 kiloliter yang disalurkan,” ujar Arya.

Sementara itu, terkait pembatasan pembelian Pertalite, Arya menjelaskan, aturan tersebut sejauh ini baru berlaku untuk BBM bersubsidi jenis solar. Sementara pembatasan yang dilakukan di SPBU, merupakan aturan lokal yang dibuat oleh pemerintah daerah setempat.

“Pembatasan ini merupakan aturan lokal. Seperti di Samarinda yang membatasi pembelian Pertalite maksimal Rp 50 ribu per hari untuk roda dua. Tapi, pengawasnya hanya sebatas di operator. Sementara, di kami (Pertamina) tidak ada aturan tegas. Kami pun masih menunggu perpres (peraturan presiden) terbaru. Sementara, kalau kami yang membatasi itu tanpa ada aturan tegas, bisa melanggar hak konsumen,” beber Arya.

Mengenai pembatasan itu, disebut Arya bertujuan membatasi ruang dan gerak aktor pengetap. Apalagi pengawasan melibatkan pemerintah daerah bekerja sama dengan kepolisian. 

Menurutnya, praktik pengetap yang menjual kembali BBM subsidi merupakan bentuk pelanggaran sesuai Perpres 191/2014.

“Penjualan terakhir BBM hanya di SPBU, atau sekarang ada Pertashop,” ungkapnya.

Terkait adanya dugaan pengetapan BBM dan diduga ada peran operator, Patra Niaga saat ini masih mengin­vestigasi operasional dan manajemen SPBU, termasuk operator yang diduga membantu para pengetap.

“Apalagi saat ini sudah dibantu ke­polisian untuk menginvestigasi itu,” sambungnya. 

“Jika memang nantinya terbukti adanya pelanggaran dari manajemen SPBU, tentu Patra Niaga akan mem­berikan sanksi bersifat administratif. Mulai surat teguran atau penguran­gan suplai. Jika melakukan pelangga­ran berat bisa dilakukan pemutusan hubungan usaha (PHU). Atau sanksi hukum dari kepolisian jika memang terbukti melanggar aturan pemerin­tah daerah tersebut,” bebernya.

Lanjut dia, salah satu faktor antrean panjang Pertalite lantaran terjadinya panic buying setelah beredarnya pemberitaan Pertalite dihapus awal September lalu.  Hal itu kemudian disanggah Pertamina yang menyebut Pertalite dalam kajian untuk ditambahkan komposisi bioetanol. Sehingga, akan menghasilkan produk baru.

“Itu yang ditanggapi media di Jakarta kalau Pertalite dihapus. Padahal tidak. Yang benar dengan penambahan bioetanol yang masih dalam tahap kajian ini mungkin akan menghasilkan produk dengan nama baru. Yang secara kualitas akan lebih baik, namun harganya tetap,” akunya.

“Jadi, kenapa tidak. Sementara penghapusan ini sangat tidak mungkin karena 70 persen konsumsi di SPBU itu adalah Pertalite,” pungkasnya.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.