BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bekerjasama dengan sejumlah stakeholder menyusun Risalah Kebijakan Pencegahan Perkawinan Anak Untuk Perlindungan Berkelanjutan bagi Anak.

Hal itu karena angka kasus perkawinan anak sudah sangat mengkahawatirkan. Karena dari data Pengadilan Agama permohonan dispensasi perkawinan usia anak, tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55 ribu.

Pengajuan permohonan menikah pada usia anak lebih banyak disebabkan karena sudah hamil terlebih dahulu dan faktor dorongan dari orangtua yang menginginkan anaknya segera menikah.

“Tingginya angka perkawinan anak adalah salah satu ancaman bagi terpenuhinya hak-hak dasar anak,” ujar Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPPA dikutip dari laman Kementerian PPPA.

Menurutna, tidak hanya memberikan dampak secara fisik dan psikis bagi anak-anak, perkawinan di usia anak juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/kanker rahim pada anak.

“Amandemen terhadap Undang-Undang Perkawinan di tahun 2019 dimana usia minimum perkawinan bagi perempuan dan laki-laki adalah 19 tahun menjadi upaya pemerintah mencegah anak-anak menikah terlalu cepat,” ujarnya

“Ini tanggung jawab bersama karena Isu perkawinan anak rumit dan sifatnya multisektoral,”

Penyusunan usulan kebijakan berbasis bukti ini merupakan bagian dari pelaksanaan Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) 2020-2024 dan upaya menurunkan angka perkawinan anak dalam target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional)  menjadi 8.74%.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version