BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Kuasa Hukum Pengelola Swss-Belhotel Balikpapan Bayu mengungkapkan, penyegelan yang dilakukan condotel atau pemilik unit kamar di hotel berbintang 4 itu karena adanya perbedaan penafisran dari perjanjian.

“Sebenarnya ini permasalahan hanya perbedaan penafsiran terhadap isi perjanjian yang sudah disepakati bersama mengenai besaran, nilai sewa yang kemudian dikeluhkan,” ujar Bayu ditemui di Swiss-Belhotel Balikpapan (9/3/2108).

“Sebenarnya kan itu tidak serta merta bisa dilihat keadaan dari hunian hotel itu sendiri. Dari pihak klien sendiri sebenarnya sudah menunjukan itikad baik, dimana ini kan HKM (PT. Hasta Kreasi Mandiri) manajemen baru yang mengambil alih,” lanjutnya.

Kata Bayu, kliennya tidak pernah menghindari karena sejak tahun lalu sudah mengundang pemilik unit kamar melakukan pertemuan dan membahas perjanjian-perjanjian terkait keuntungan.

“Artinya tidak menghindari, memang kemudian terdapat perbedaan-perbedaan dari cara melihat muatan dari isi perjanjian tersebut. Kami sendiri tentunya, dari segi hukum melihat terjadi kesepakatan bersama, menandatangi bersama memahami isi perjanjian,” ujar Bayu didampingi rekannya.

Bayu (duduk) bersama rekannya dari kuasa hukum PT HKM dan PP

“Kalau pun ada yang dirasakan berbeda mari kita berbicara bersama, kan kalau bersama bisa sama-sama senang. PT. HKM ini juga pemilik nggak mungkin juga tidak mau untung bahkan beban ruginya mereka lebih besar dibanding teman-teman pemilik unit yang berjumlah sekitar 20,” terangnya.

Menurutnya, setelah tahun pertama dan tahun kedua, dilakukan perhitungan kembali. Karena tahun pertama dan kedua berdasarkan kesepakatan dari perjanjian yang dibuat itu memang manjamin bagi hasil angkanya 8 dan 10 persen namun tahun ketiga harus didasarkan pada hasil audit keuangan.

“Tahun pertama tahun kedua itu memang jaminan, kita kan selalu melihat sesuai perjanjian, makanya tahun ketiga kita melihat perjanjian, untuk menyepakati dari isi perjanjian. Nah berarti ada di pasal selanjutnya telah dilakukan perhitungan keuangan,” jelasnya.

“Jadi kalau ada teman-teman pemilik itu memandang itu tahun pertama dan tahun kedua dengan angka sekian persen, itu kan memang sudah perjanjian dan sudah dibayar dan itu tetap dari manajemen lama itu yang dijamin satu dan dua,” tandasnya.

Dia menjelaskan,, dalam brosur saat pembelian pun hanya disebutkan proyeksi keuntungan. Sehingga tidak bisa dipastikan, keuntungan sekian di tahun sekian.

“Ketika mereka membeli property ada brosur, kan brosus itu proyeksi tahun begini, proyeksi itu tidak bisa dipastikan, siapa yang bisa memastikan proyeksi akan berjalan sesuai tahun begini, namanya juga proyeksi,” ujarnya.

Bayu mengungkapkan, penyegelan itu justru merugikan pemilik unit kamar karena pengelola tidak bisa menyewakan. Termasuk tidak etis secara bisnis.

“Tentu secara langsung pihak mana yang rugi kalau kita tidak bisa menjual, karena ada perbedaan dari kesepakatan mengenail hasil sewa, Rugi pemilik unit, saya tetap menjual unit saya,” ujarnya.

Namun pihaknya menyayangkan pemasangan striker penyegalan karena disisi estetika kurang baik dan berdampaik pada image.

“Karena dari estetikanya kurang bagus, karena kalau ada tamu datang, yang sebelah unitnya kenapa ya, ini kan sama-sama merugikan juga. Bisnis hotel ini kan citranya, image nya,” ujarnya.

Dia menambahkan, akan menyampakan ke kliennya agar bisa mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

“Tentu kita akan sampaikan ke klien kita, apakah ada hal-hal yang bisa dipertimbangkna mengenai bugjet sewa, karena kalau mengenai hal-hal sewa, karena kalau ngomong prinsip kesepatan ya perjanjian itu yang menjadi acuannya, kalau gak, dimasa kepastian hukumnya,” tukasnya.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version