PENAJAM, Inibalikpapan.com – Mengajar menjadi salah satu profesi mulia untuk mencerdaskan anak bangsa. Cita-cita mulia yakni ingin anak-anak Penajam menjadi anak-anak yang mampu bersaing dan keluar dari ketertinggalan. Apalagi, Penajam yang dulunya daerah tidak dikenal, “Kampung” kini berbalik menjadi pusat perhatian setelah Presiden Jokowi telah menetapkan Kabupaten Penajam dan Kukar sebagai IKN Nusantara pada 26 Agustus 2019.

Muhammad Iqbal (32), merasa bangga dan senang bisa bergabung sejak akhir 2019 bersama Yayasan SanSis Kampung Inggris. Yayasan ini didirikan dua srikandi yakni Sandri Ernamurti (45) dan Siska Tangdibali (42) di wilayah Kelurahan Lawe-Lawe pada Agustus 2017 silam lalu di lingkungan Kantor Kelurahan Lawe-Lawe Penajam.

Sejak Juli 2019, tempat belajar yang baru dari SanSis Children Village berada di lingkungan RT 3 Kilometer 14 Jalan Trans Kalimantan, Kelurahan Lawe-lawe. Bangunan itu berdiri di atas tanah seluas satu hektare yang dimiliki Siska salah satu pendiri Yayasan Sansis.

Setelah pindah ke lokasi baru pada Juli 2019 yang tidak jauh dari kelurahan Lawe-Lawe, jumlah peserta terus meningkat. Peserta tercatat telah mencapai 264 anak dengan lima pengajar yang juga berasal dari dari anak-anak muda Penajam. Peserta didik, kini bukan hanya berasal dari anak-anak di sekitar Kelurahan Lawe-Lawe saja namun juga berasal dari Sotek, Waru, Petung, Tanjung, Penajam, dan Sesulu.

Iqbal asli Penajam ini adalah Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris. Ia mengaku bangga bisa ikut berkontribusi bagi kemajuan pendidikan dan penyiapan sumber daya manusia (SDM) masyarakat PPU melalui Kampung Inggris.

Menurutnya di SanSis ini, Ia punya kesempatan untuk mengekspresikan diri sebagai guru, dan mendapat kebebasan dalam menentukan metode mengajarnya selama itu menyenangkan siswa.

“Membuat siswa senang belajar itu tantangan tersendiri. Kalau sekedar menyampaikan ilmu, itu siapa saja bisa. Tapi bikin orang senang dan mengerti itu tantangan buat guru seperti saya,” kata Iqbal kepada Inibalikpapan.com akhir September lalu.

Di Kampung Inggris, proses belajar-mengajar diusahakan berlangsung gembira. Dengan begitu, Bahasa Inggris bukan sesuatu yang membosankan, bisa dikerjakan sambil bermain dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Kelasnya juga mengambil format kelas kecil, di mana satu guru hanya mengajar 5-8 anak dalam satu sesi.

Sejak sekolah kembali menggelar pembelajaran tatap muka setelah COVID-19 teratasi, pelaksanaan belajar mengajar di Kampung Inggris hanya digelar pada Jumat dan Sabtu atau dua kali seminggu. Sebelumnya pernah berlangsung selama tiga hari seminggu, terutama sebelum wabah COVID-19.

Menurut Iqbal, bagaimana pun, pelajaran di sekolah tetap yang utama sementara di Kampung Inggris hanya pelengkap saja.

Lebih lanjut, kata Iqbal, pendidikan penting untuk kehidupan yang lebih baik. Hanya dengan pendidikan kualitas hidup yang lebih baik itu bisa diraih. Mendidik diri untuk menguasai keterampilan berbahasa, atau pun keterampilan lain-lain, akan bisa membawa perubahan nasib karena pada yang bersangkutan tumbuh kepercayaan pada diri sendiri bahwa nasib yang lebih baik itu bisa direbut, diraih, atau dicapai.

“Dengan begitu kita bisa turut merebut kesempatan yang dibawa Ibukota Negara (IKN) Nusantara ke Penajam ini,” kata Iqbal.

Bagi Iqbqal, pelatihan dan pembelajaran Bahasa Inggris gratis yang diberikan Yayasan SanSis sangat membantu masyarakat terutama mereka yang tidak memiliki kemampuan ekonomi.

Yayasan SanSis sudah membantu mematahkan mata rantai keterbelakangan dan kemiskinan, di mana satu sebabnya adalah kebodohan dan ketidakpercayaan diri sehingga tidak bisa merebut kesempatan.

Cita-cita mulia juga disampaikan Muhammad Akmal Fikri ( 16) salah satu peserta pelatihan di Kampung Inggris. Akmal tinggal di Girimukti, dan siswa SMA 1 Penajam. Akmal sudah setahun latihan berbahasa Inggris di Kampung Inggris Lawe-lawe. Saat ini dia ada di level Intermediate 1.

Menurut Akmal, dia tahu ada SanSis dari papan nama yayasan di pinggir jalan raya Trans Kalimantan, dan kemudian informasi kawannya yang sudah jadi peserta.
“Teman bilang belajar Bahasa Inggrisnya asyik. Eh iya bener,” katanya.

Dengan metode audiolingual method ala anak kecil yang belajar bahasa ibunya, plus permainan macam-macam, dan kelas yang pesertanya terbatas, Akmal jadi betah belajar.

Dalam setiap kelas atau level jumlah peserta memang berbeda. Untuk level beginner jumlah peserta bisa mencapai 20 orang. Untuk level intermediate selalu di bawah 15 orang. Setiap beberapa bulan ada tes untuk penentu naik level.

SanSis membagi level itu menjadi 3, yaitu Beginner, Intermediate, dan Advance. Masing-masing level dibagi 3 lagi, yaitu tingkat 1, 2, dan 3. Jadi ada Beginner 1, Beginner 2, Beginner 3, ada Intermediate 1, Intermediate 2, Intermediate 3, ada Advance 1, Advance 2, dan Advance 3.

Berada di level Intermediate 2, Akmal sudah cukup percaya diri menjajal kemampuan Bahasa Inggrisnya. Ketika diajak orangtuanya berlibur ke Bali, dia cukup cakap cas cis cus dengan turis.

“Saya jadi tahu, tidak semua turis itu bahasa Inggrisnya bener. Apalagi yang dari Eropa, yang bahasa ibunya itu ada yang Jerman, Belanda, Perancis, atau Rusia. Lawan Bahasa Inggris dari Penajam, why not,” ujarnya.

Karena itu Akmal menyemangati kawan-kawannya untuk terus belajar dan selalu bersemangat. Untuk bisa berbicara dan dimengerti juga ternyata tidak harus sempurna.

Jadi Pusat Bahasa Inggris di Kalimantan
Bagi Iqbal bersama muridnya Akmal memiliki harapan dan mimpi yang sama yakni Kampung Inggris dapat menjadi pusat bahasa Inggris di Kalimatan yang diajarkan secara gratis.

Kalau di Jawa kita mengenal Kampung Pare, Kediri, Jawa Timur. Pare yang didirikan oleh orang Kutai (Kukar) kini berubah drastis menjadi pusat kegiatan kursus bahasa Inggris di Indonesia. Desa Pare kini menjadi sentra pendidikan bahasa juga menciptakan dan menumbuhkan baru ekonomi bagi masyarakat Kediri dan sekitarnya. Seperti tempat makan, penginapan, termasuk jadi obyek wisata edukasi.

“ Kalau ada kemauan keras kita bisa seperti Pare. Pare yang tempat orang khursus bisa ramai apalagi yang modelnya seperti kita ini gratis,” kata Iqbal yang pada Sepetmber 2022 melakukan studi banding ke Bali melihat langsung penerapan bahasa inggris di sekolah internasional Bali Island School dan Blue Bear pada pertengahan September kemarin.

Akmal pun berharap keberadaan Yayasan Sansis bisa menjadi pusat pembelajaran bahasa Inggris gratis di wilayah Kalimantan seperti halnya yang ada di Kediri.

Menurut Akmal, Kelurahan Lawe-Lawe bisa menjadi tempat pembalajaran bahasa inggris bukan hanya bagi anak-anak Penajam tapi di luar Penajam datang berkunjung. Tentunya ini butuh dukungan semua pihak.

Sebab dengan banyak orang berkunjung akan menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru. Bukan saja bagi kemajuan dunia pendidikan untuk mencetak generasi Penajam tapi menumbuhkan ekonomi warga sekitar dengan UMKMnya.

“Di kampung inggris itu kan biasanya ada asosiasi orang tua. Itu biasanya ada kegiatan, ada even, orang tua bisa ikutan. Kita bisa ngadain stand, bazaar jualan. Jadi bisa meningkatkan ekonomi sama pendidikan,” harap Akmal yang mengaku siap menghadapi IKN.

Mimpi seperti itu juga diungkapkan Muhammad Iqbal yang kini memiliki cita-cita mengangkat SDM masyarakat PPU menjadi jauh lebih maju dengan pendidikan.

Menurutnya ekonomi akan tumbuh dan bangkit jika SDM diberdayakan dan support. Bicara bahasa masyarakat PPU
Jauh tertinggal jauh dibandingkan dengan daerah lain.

“Saya jalan ke Jakarta atau daerah lain, anak sekelas kindergarten atau TK sudah pandai bahasa Inggris. Ngomong campur dengan Inggris Indonesia. Sedangkan kita yang sudah SMP dan SMA belum tentu bisa ngomong. Disana tuh sudah pakai sehari-hari. Bagaimana jadi IKN masa IKN masyarakat begini. Dengan adanya pendidikan bahasa Inggris gratis seperti Sansis ini tentu sangat membantu,” tuturnya.

Pelatihan bahasa Inggris gratis yang dilakukan Yayasan SanSis menurutnya sangat membantu bagi masyarakat terutama mereka yang tidak memiliki kemampuan ekonomi. Apalagi saat ini entitas Sansis, mendapatkan respon tinggi sekali dari masyarakat PPU.

“Gratis seperti ini gak ada. Mungkin satu-satunya satu di Kalimantan. Bagi masyarakat kurang mampu ini sangat membantu sekali,” ucapnya.

Bagi Iqbal, keberadaan Kampung Inggris telah memberikan jalan bagi masyarakat PPU untuk bangkit dari ketertinggalan. Apalagi sekarang kabupaten PPU telah ditetapkan pemerintah pusat sebagai lokasi Ibukota Nusantara yang diharapkan menjadi salah satu pusat pertumbuhanan ekonomi baru bagi Indonesia kedepanya.

“Harapan pemerintah lebih support kita karena kita kan non propit. Namanya yayasan ini butuh untuk operasional dan lain-lain. Jelas kita berharap antara swasta siapapun yang ada keinginan untuk bantu,” ujarnya.

Tentu, sumber daya manusia dengan ditopang skil yang memumpuni diharapkan masyarakat PPU dapat bersaing dengan masyarakat dunia luar. Skil berbahasa Inggris ini diharapkan menjadi salah satu pegangan bagi generasi muda terutama bagi mereka yang tidak memiliki kemampuan anggaran untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi.

Penting kiranya keberpihakan semua pihak untuk mendukung kemajuan SDM PPU baik itu dari masyarakat, pemangku kebijakan di PPU termasuk juga dari pemerintah pusat.

“Harapan kita jangan kalah bersaing warga lokal orang luar apalagi dengan keberadaan IKN. Tidak tergusur dengan warga pendatang. Itu harapan kita untuk pendidikan di PPU jadi hal utama dengan dukungan anggaran di APBD atau pihak lainya,” tutur Iqbal yang sedang mendalami ilmu programming Development Software.

Yayasan SanSis dan Kontribusi Pertamina

Awal beraktivitas pada Agustus 2017, Sandri dan Siska memulai pelatihan Bahasa Inggris di pendopo Kelurahan Lawe-Lawe, jumlah peserta turun naik di angka 15-20 anak. Mereka berdua adalah pengelola Rich Hotel di Lawe-Lawe, Penajam.

Sandri dan Siska juga tak berharap banyak di awal ini. Mereka memperkirakan kursusnya akan berjalan singkat atau paling lama setahun saja.

Namun perkiraan mereka meleset. Justru pada Juni 2019 peserta makin bertambah menjadi 70 orang. Mereka adalah anak-anak usia 7 hingga 17 tahun. Kata Siska, pendopo kelurahan Lawe-Lawe pun tak sanggup lagi menampung para pembelajar.

Keberadaan kursus atau pelatihan ini pun mulai jadi buah bibir warga. Apalagi gaya mengajar SanSis yang menyelipkan permainan, humor, dan akrab—hal yang diyakini juga membuat peserta terus bertambah di masa sebelum wabah COVID-19 itu.

Perkembangan SanSis termasuk pendirian yayasan dan lainya seperti kepindahan tempat tidak lepas dari dukungan penuh Pertamina Kilang Internasional Balikpapan (RU V).

“Waktu itu (2017) kami belum ada informasi apapun tentang Pertamina. Kami jalan aja. Tidak terpikirkan. Intinya kami hanya menyelenggarakan pelatihan,” ujar Sandri dalam bincang santai bersama Inibalikpapan.com.

Pada Juli 2019, bantuan pertama datang dari program Community Development dari tanggung jawab sosial perusahaan (Community Social Responsibility, CSR) Refinery Unit (RU) V. Bantuan awal berupa 50 paket tas berisi peralatan belajar, termasuk juga 50 meja kursi belajar.

Tak berhenti sampai di situ, Manager CSR RU V yang kala itu dijabat Cecep Supriatna mengundang Sandri dan Siska ke Kantor Bear Pertamina di Jalan Yos Sudarso Balikpapan untuk mendiskusikan cita-cita SanSis dan pengembangan sumber daya manusia PPU. Dari diskusi mereka berdua membuat yayasan sebagai wadah bernaung bagi aktivitas mereka mengajarkan Bahasa Inggris itu. Nama yayasannya SanSis Children Village.

Pada tahun 2019, bantuan berwujud uang tunai Rp250 juta untuk mendirikan 4 pendopo, 1 kantor dan 1 toilet.

“Awalnya mereka yang akan bangunkan itu. Namun akhirnya kami kelola dana langsung, kita gunakan tenaga tukang lokal dari masyaraakat sekitar. Sehingga dari rencana awal 4 pendopo, menjadi 6 pendopo,” ungkap Sandri.

Selain itu, dibangun pula instalasi listrik ada di bawah tanah, tidak ada yang menggantung. Kapasitas listrik terpasang 5500 watt. Juga bangun satu kantor, toilet untuk laki-laki dan toilet perempuan serta kamar mandi. Ada dua sumur bor dan dua septic tank yang benar paten.

“Itulah wujud Rp289 juta. Rp250 juta dari Pertamina dan Rp39 juta dari Rich Hotel. Pembangunan berlangsung antara Oktober 2020 sampai Januari 2021,”sebutnya.

Bantuan dari Pertamina tidak berhenti pada pembangunan pendopo dan sarana pendukungnya. Bantuan berlanjut pada tahun 2021 dengan uang senilai Rp100 juta. Pada tahun 2022 Pertamina mengucurkan bantuan sebesar Rp145 juta. Sebanyak Rp85 juta untuk pembangunan aula ukuran 10 x 20 meter dengan tinggi 6 meter.

Peresmian bangunan Yayasan SanSis dilakukan Pelaksana Tugas Bupati PPU Hamdan pada Januari 2021. Dari sinilah rencana berikutnya dijalankan. SanSis mulai merekrut guru baru berjumlah 5 orang, tenaga administrasi, serta tenaga pemeliharaan.

“Waktu di pendopo Kelurahan hanya saya dan Bu Siska yang mengajar. Itu dari 2017 sampai 2019 akhir. Pindah dari pendopo kelurahan, kami jadi punya Yayasan SanSis Kampung Inggris. Pada Januari 2021 jadi punya bangunan ini semua, serah terima kunci dari Pertamina ke kami disaksikan Pelaksana Tugas Bupati PPU Pak Hamdan,” tutup Sandri yang menyebutkan saat ini ada 264 siswa per Agustus 2022.

Area Manager Communication, Relations & CSR PT KPI Unit Balikpapan Ely Chandra Peranginangin mengatakan Pertamina bersama Yayasan Sansis Children memiliki program peningkatan sumber daya manusia melalui peningkatan kemampuan berbahasa Inggris melalui program Central Kampung Inggris dan Kreativitas Masyarakat di Kelurahan Lawe-Lawe.

“Ini merupakan sebuah kolaborasi bersama untuk mewujudkan mimpi mengembangkan kemampuan para pelajar di sekitar operasi perusahaan. Kita yakin selalu ada energi lebih untuk memajukan Indonesia” tukasnya belum lama ini.

Comments

comments

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Exit mobile version