JAKARTA,Inibalikpapan.com – Mahkamah Agung RI telah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan KPPU atas putusan Pengadilan Niaga yang sebelumnya membatalkan Putusan KPPU Nomor 09/KPPU-K/2020 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan Kemitraan Pola Inti Plasma di Sektor Peternakan Ayam terkait Pengembangan dan Modernisasi Kandang oleh PT Sinar Ternak Sejahtera (PT STS).
Dengan dikabulkannya permohonan kasasi tersebut, maka Putusan KPPU tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap dan wajib dilaksanakan.
Sebagai kronologi, KPPU sebelumnya memutus bahwa PT STS, yang merupakan bagian dari kelompok usaha PT Charoen Pokphand Indonesia, Tbk, terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 dalam pelaksanaan kemitraan dengan 117 plasmanya.
Atas pelanggaran tersebut, KPPU mengenakan sanksi berupa denda sebesar Rp10 miliar, serta rekomendasi pencabutan izin usaha apabila tidak melakukan perintah perbaikan dalam perjanjian kerja sama kemitraannya.
Khusus untuk penegakan perkara kemitraan, saat ini telah banyak dilakukan pemeriksaan, dengan adanya Putusan Mahkamah Agung ini mempertegas bahwa Putusan Perkara Kemitraan di tingkat KPPU adalah final and binding.
Hal ini berbeda dengan Pelanggaran UU No. 5 Tahun 1999 yang masih dapat diajukan keberatan ke Pengadilan Niaga domisili Terlapor dan upaya hukum kasasi ke MA.
Peraturan Komisi No. 4 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pengawasan dan Penanganan Perkara Kemitraan yang merupakan pelaksanaan dari UU No. 20 Tahun 2008 memuat beberapa hal yang meliputi pengaturan tentang kewenangan KPPU terhadap kemitraan bukan hanya dari sisi pengawasan melainkan juga dari sisi penegakan hukum.
KPPU memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan Kemitraan antara pelaku usaha besar dengan UMKM dan antara pelaku usaha menengah dengan usaha mikro dan kecil. Terdapat sembilan pola Kemitraan yang diawasi oleh KPPU, yakni inti-plasma, subkontrak, waralaba, perdagangan umum, distribusi dan keagenan, bagi hasil, kerja sama operasional, usaha patungan (joint venture), penyumberluaran (outsourcing), dan bentuk Kemitraan lainnya.
Dalam pelaksanaan berbagai pola Kemitraan tersebut, usaha besar dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro, usaha kecil, dan/atau usaha menengah mitra usahanya; dan usaha menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai usaha mikro dan/atau usaha kecil mitra usahanya. Kedua bentuk larangan inilah yang menjadi objek pengawasan KPPU.
Proses penegakan hukum atas Kemitraan dapat dilakukan KPPU melalui dua pendekatan, yakni melalui laporan dari masyarakat dan inisiatif dari KPPU.
Dalam hal KPPU menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran, maka KPPU akan menyampaikan peringatan tertulis sebanyak tiga kali kepada Terlapor.
Untuk itu, Terlapor wajib melakukan seluruh perbaikan atas dugaan pelanggaran pelaksanaan Kemitraan yang dilakukan. Jika pihak Terlapor tidak mengindahkan peringatan tertulis tersebut maka akan dilanjutkan pada proses Pemeriksaan Lanjutan Kemitraan (PLK).
Proses PLK dilaksanakan melalui persidangan oleh Majelis Komisi. Dilakukan untuk melakukan pemeriksaan saksi dan ahli, pemeriksaan surat/dokumen, pemeriksaan Terlapor, dan sebagainya. Sidang dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 hari.
Selanjutnya, Majelis Komisi akan melakukan musyawarah secara tertutup untuk menilai, menganalisis, menyimpulkan, dan memutuskan perkara berdasarkan alat bukti yang cukup tentang telah terjadi atau tidak terjadinya pelanggaran pelaksanaan Kemitraan, dan mengumumkannya dalam suatu Putusan Komisi yang dibacakan paling lambat 30 hari setelah berakhirnya proses PLK.
Perkara kemitraan di wilayah kerja Kanwil V dengan pola inti plasma saat ini sedang ditangani KPPU, beberapa diantaranya di sektor Peternakan maupun Kelapa Sawit, sebagian diantaranya telah melaksanakan seluruhnya peringatan tertulis sehingga tidak lanjut ke Pemeriksaan Lanjutan.
Pengawasan dan Penegakan hukum oleh KPPU atas pelaksanaan Kemitraan tersebut ditujukan sejalan dengan amanat undang-undang yang menggarisbawahi bahwa Kemitraan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dengan usaha besar dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai prinsip kemitraan dan menjunjung etika bisnis yang sehat.