Polri Tetapkan Empat Tersangka Korupsi Proyek PLTU 1 Kalbar, Termasuk Adik Jusuf Kalla

Korupsi /ilustrasi
Korupsi /ilustrasi

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat (Kalbar) yang berlangsung pada periode 2008–2018.

Keempat tersangka tersebut adalah FM, mantan Direktur Perusahaan Listrik Negara (PLN); HK (Adik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK), Presiden Direktur PT BRN; RR, Direktur Utama PT BRN; dan HYL, Direktur Utama PT Praba Indopersada (PI).

“Pada tanggal 3 Oktober 2025, kami tetapkan keempatnya sebagai tersangka melalui mekanisme gelar perkara,” ujar Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol Cahyono Wibowo dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.

Modus: Pemufakatan dan Pengaturan Proyek

Irjen Cahyono menjelaskan, modus korupsi dalam proyek ini dilakukan melalui pemufakatan jahat untuk memenangkan pihak tertentu dalam proses pengadaan proyek.

“Setelah dilakukan kontrak, kemudian ada pengaturan-pengaturan sehingga terjadi keterlambatan pembangunan sejak 2008 sampai 2018,” ungkapnya.

Sementara itu, Direktur Penindakan Kortastipidkor Brigjen Pol Totok Suharyanto menambahkan bahwa pada tahun 2008, tersangka FM diduga memerintahkan panitia lelang untuk memenangkan PT BRN yang diwakili HK dan RR dalam proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar.

Dalam praktiknya, Konsorsium KSO-BRN-Alton-OJSC diloloskan dan ditetapkan sebagai pemenang, meskipun tidak memenuhi syarat teknis maupun administrasi.

“Selain itu, diduga kuat perusahaan Alton dan OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN,” kata Totok.

Proyek Dialihkan, Pekerjaan Mangkrak

Totok menjelaskan, pada 2009 sebelum kontrak ditandatangani, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada, perusahaan milik tersangka HYL, dengan imbalan tertentu kepada pihak PT BRN. PT Praba kemudian memperoleh kendali penuh atas keuangan proyek, meskipun tidak memiliki kapasitas teknis dalam pembangunan PLTU.

Pada 11 Juni 2009, kontrak ditandatangani oleh FM selaku Direktur Utama PLN dan RR selaku Direktur Utama PT BRN. Namun, hingga masa kontrak berakhir pada 28 Februari 2012, proyek baru mencapai 57 persen penyelesaian.

“Fakta sebenarnya, pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil hanya 85,56 persen. KSO BRN telah menerima pembayaran sebesar Rp323 miliar dan USD62,4 juta dari PLN,” ungkap Totok.

Rugikan Negara, Ditapkan Total Loss

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, pembayaran tersebut ditetapkan sebagai kerugian total (total loss) terhadap keuangan negara.

Keempat tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses