Top Header Ad

Wacana Ganti Gibran Sebagai Wapres Inkonsitusional dan Mustahil Terjadi

Wapres Gibran Rakabuming Raka bersama istrinya sedang meninjau program PKG. (Foto: Sekretariat Wakil Presiden)
Wapres Gibran Rakabuming Raka bersama istrinya sedang meninjau program PKG. (Foto: Sekretariat Wakil Presiden)

Jakarta, Inibalikpapan.com – Wacana kontroversial terkait desakan untuk mengganti Wakil Presiden Terpilih Gibran Rakabuming Raka mendapat tanggapan tegas dari pengamat politik nasional, Boni Hargens.

Ia menyebut wacana tersebut sebagai langkah inkonstitusional yang tidak memiliki dasar hukum dan berpotensi mengganggu stabilitas politik nasional.

“Belakangan ini muncul gerakan politik yang cukup kontroversial, mengusulkan penggantian Wakil Presiden Gibran. Dalam sistem demokrasi konstitusional Indonesia, hal semacam itu mustahil bisa terjadi,” ujar Boni dilansir ari suara.com jaringan inibalikpapan

Menurut Boni, jabatan Presiden dan Wakil Presiden merupakan satu kesatuan atau dwitunggal yang dipilih langsung oleh rakyat dalam Pemilu. Oleh karena itu, tidak ada celah hukum untuk mengganti salah satu dari keduanya di luar mekanisme yang telah diatur secara ketat oleh konstitusi.

“Tidak ada satu pun aturan dalam UUD 1945 ataupun undang-undang mana pun yang memungkinkan penggantian wapres secara sepihak di tengah jalan,” tegasnya.

Boni menjelaskan bahwa satu-satunya dasar hukum pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden hanya diatur dalam Pasal 7A UUD 1945, yang mensyaratkan adanya pelanggaran serius.

Seperti, pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya dan atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden/Wakil Presiden

“Sejauh ini, tidak ada satu pun dari klausul tersebut yang relevan atau dilakukan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka,” tambahnya.

Politik Kekuasaan vs Politik Kebangsaan

Boni juga menyoroti motivasi di balik gerakan yang menyuarakan penggantian Gibran. Menurutnya, hal tersebut lebih mencerminkan politik kekuasaan yang vulgar, bukan politik kebangsaan yang mendorong persatuan dan pembangunan.

“Kita harus bisa membedakan antara politik kekuasaan dan politik kebangsaan. Politik kekuasaan hanya bicara soal perebutan posisi. Kalau tidak suka hasil Pemilu, ya lawan lagi di pemilu berikutnya,” ujarnya.

Sebaliknya, politik kebangsaan menurut Boni adalah tentang komitmen untuk menjaga kestabilan dan berkontribusi nyata dalam pembangunan bangsa.

“Gerakan untuk mengganti Wapres terpilih di luar mekanisme hukum adalah bentuk kegaduhan politik yang bisa mengganggu stabilitas nasional dan jalannya pemerintahan hasil demokrasi,” tegasnya.

Stabilitas Politik Pasca-Pemilu Harus Dijaga

Boni menutup pernyataannya dengan menekankan pentingnya menjaga stabilitas politik pasca-Pemilu 2024, serta menghormati proses demokrasi yang telah berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Siapa pun yang ingin memperjuangkan perubahan kekuasaan, tempuhlah jalan konstitusional — yaitu Pemilu. Jangan korbankan demokrasi demi ambisi politik sesaat,” pungkasnya.

BACA JUGA :

Forum Purnawirawan Prajurit TNI

Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi menyampaikan delapan tuntutan politik yang mengguncang jagat perpolitikan nasional.

 Pernyataan sikap tersebut ditegaskan lewat sebuah dokumen resmi yang ditandatangani ratusan purnawirawan jenderal, laksamana, dan marsekal, serta ditayangkan melalui kanal YouTube Refly Harun dengan judul provokatif: Live! Ngeri! Ratusan Jenderal Purn Kasih 8 Tuntutan! Ganti Wapres! Reshuffle Menteri Pro-JKW!!

Dilansir dari suaracom jaringan inibalikpapan, dalam video tersebut, pakar hukum tata negara Refly Harun menampilkan momen penandatanganan serta isi lengkap pernyataan sikap.

Para tokoh militer yang turut membubuhkan tanda tangan di antaranya, Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto dan Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan

Pernyataan ini juga disahkan oleh Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno selaku pihak yang “mengetahui”. Total, dokumen tersebut ditandatangani oleh 103 jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal, dan 91 kolonel.

Yang menarik perhatian, dokumen tersebut berbingkai gambar bendera Merah Putih dengan tulisan tegas: “Kami Forum Purnawirawan Prajurit TNI Mendukung Presiden Prabowo Subianto Menyelamatkan NKRI.”

Tuntutan Tajam Purnawirawan TNI: UUD 1945 Asli hingga Ganti Gibran

Salah satu poin paling kontroversial adalah tuntutan agar Indonesia kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 versi asli, yang mereka anggap sebagai pondasi hukum dan pemerintahan yang murni dan tidak tercemar kepentingan politik.

Tuntutan yang paling politis, sekaligus menggugah perhatian publik, adalah desakan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) untuk mencopot Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Mereka menilai keputusan Mahkamah Konstitusi terkait Pasal 169 huruf Q UU Pemilu cacat hukum dan bertentangan dengan UU Kekuasaan Kehakiman.

Tak hanya itu, Forum juga menuntut reshuffle menteri-menteri yang terindikasi korupsi dan meminta Presiden Prabowo untuk mengambil tindakan tegas terhadap pejabat serta aparat negara yang masih terikat dengan kepentingan mantan Presiden Joko Widodo.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses