Komisi II DPR Kaji Skema Pemilu Terpisah, Hindari ‘Pilkada Rasa Pilpres’

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Menyusul putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu 2 hingga 2,5 tahun, Komisi II DPR RI terus memperdalam kajian terhadap skema ideal pelaksanaan pemilu mendatang.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, menyatakan pihaknya tengah melakukan belanja informasi dan simulasi untuk memastikan desain pemilu yang lebih efisien, demokratis, dan bebas dari konflik kepentingan.
“Kami menyerap aspirasi dari berbagai kalangan—akademisi, cendekiawan, politisi, hingga budayawan—untuk mengevaluasi pelaksanaan pemilu sebelumnya. Banyak catatan kritis, khususnya tumpang tindih antara Pilpres, Pileg, dan Pilkada,” ujar Aria Bima, dikutip dari laman DPR.
Evaluasi Menyeluruh dan Kajian Pemisahan Pemilu
Menurut politisi PDI Perjuangan itu, Komisi II DPR secara rutin mengevaluasi regulasi pemilu setiap lima tahun. Evaluasi tersebut bisa bermuara pada perubahan maupun amandemen Undang-Undang Pemilu, seiring dengan dinamika politik dan kebutuhan perbaikan demokrasi.
“Demokrasi itu tidak instan sempurna. Ia harus diperbaiki terus menerus dari satu pemilu ke pemilu berikutnya,” tegasnya.
Dalam konteks pemisahan pemilu, Aria menjelaskan bahwa dua skema utama sedang dikaji:
- Pemisahan Horizontal
- Pemilu Eksekutif: Presiden/Wakil Presiden dan seluruh kepala daerah (gubernur, bupati, wali kota) dipilih dalam satu waktu.
- Pemilu Legislatif: Pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD dilakukan terpisah namun tetap serentak dalam tahunnya sendiri.
- Pemisahan Vertikal
- Pemilu tingkat nasional (Presiden, DPR RI, DPD) dilakukan lebih dulu.
- Disusul dua tahun kemudian oleh pemilu daerah (Pilkada dan pemilihan DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota).
“Kami terus mengkaji skema yang paling tepat dan realistis. Yang jelas, pemilu serentak lalu menimbulkan ekses politik besar. Bahkan muncul istilah ‘Pilkada rasa Pilpres’, di mana aroma kontestasi nasional sangat mewarnai pemilihan lokal,” terang legislator dari Dapil Jawa Tengah V itu.
Pertimbangan Alternatif: Pilkada Didahulukan?
Tak hanya itu, Aria mengungkapkan bahwa Komisi II sempat mempertimbangkan opsi mendahulukan Pilkada dan pemilihan DPRD sebelum pemilu nasional. Gagasan ini muncul dari keinginan untuk memutus efek “ikut-ikutan” dan dominasi koalisi politik nasional dalam pemilihan lokal.
“Tujuannya agar proses politik daerah tidak didikte sepenuhnya oleh kontestasi nasional,” jelasnya.
Tujuan Utama: Efektivitas dan Kualitas Demokrasi
Komisi II DPR menekankan bahwa seluruh proses kajian dan simulasi diarahkan untuk menghasilkan desain pemilu yang efektif, efisien, dan tetap demokratis.
Dalam konteks ini, pemisahan pemilu tidak hanya soal teknis jadwal, tetapi menyangkut desain besar demokrasi Indonesia dalam jangka panjang.
“Kami ingin pemilu berjalan lebih baik, tidak memicu polarisasi, lebih ramah anggaran, dan tetap memberi ruang partisipasi rakyat secara optimal,” pungkas Aria.
BACA JUGA