Top Header Ad
Top Header Ad

Pemerintah Dorong Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah Masuk Dalam RPJMD

Anak-anak sedang bermain gawai
Anak-anak sedang bermain gawai

BALIKPAPAN, Inibalikpapan.com – Pemerintah menekankan pentingnya Wajib Belajar 1 Tahun Prasekolah sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jarak Menengah Daerah (RPJMD).

Kebijakan ini merupakan bagian integral dari program Wajib Belajar 13 Tahun, yang mencakup jenjang PAUD, SD, SMP, hingga SMA/SMK

Dalam konteks RPJMD, indikator wajib belajar prasekolah harus masuk dalam program prioritas daerah, dengan target, indikator kinerja, dan anggaran yang jelas.

Menurut Direktur PAUD, Nia Nurhasanah, investasi pada pendidikan anak usia dini (PAUD) berdampak langsung terhadap daya saing dan ketahanan anak dalam pendidikan selanjutnya.

“Anak-anak yang mengikuti prasekolah memiliki kesiapan belajar yang lebih baik dan risiko putus sekolah yang lebih rendah. Ini bukan sekadar kebijakan pendidikan, tapi juga bentuk perlindungan anak dari eksploitasi sejak dini,” kata Nia.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), menekankan pentingnya integrasi isu gender dan hak anak dalam dokumen RPJMD 2025–2029.

Wakil Menteri PPPA, Veronica Tan, menegaskan bahwa saat ini adalah momentum krusial untuk memastikan gender mainstreaming dan pemenuhan hak anak benar-benar diarusutamakan dalam perencanaan lima tahunan daerah.

“Kesetaraan gender telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045 dan RPJMN 2024–2029. Maka RPJMD daerah harus turut mencerminkan komitmen ini. Bukan tugas satu dinas, tapi lintas sektor,” tegasnya.

Data menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal dalam akses pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan perlindungan sosial. Pengarusutamaan gender bukan hanya keharusan normatif, melainkan strategi nyata untuk menurunkan Indeks Ketimpangan Gender (IKG) dan meningkatkan Indeks Pembangunan Gender (IPG).

BACA JUGA :

Tantangan Lokal Butuh Pendekatan Kontekstual

Pelaksana Tugas. Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda, dan Olahraga Bappenas, Qurrota A’yun, mengingatkan bahwa pendekatan yang seragam tidak efektif.

Dia mengatakan, setiap daerah harus melakukan pemetaan berbasis data terpilah, menyusun intervensi sesuai tantangan lokal, dan memperhatikan kelompok rentan.

“Beberapa RPJMD sudah mencantumkan isu gender, tapi analisis gender dan pemetaan kelompok rentan masih lemah. Kita perlu penguatan agar kebijakan tidak hanya simbolik,” ujarnya.

Dukungan terhadap pengarusutamaan gender dan hak anak juga datang dari mitra internasional. Kevin Tokar, Head of Development Cooperation Kedubes Kanada, mengungkapkan bahwa perencanaan inklusif di negaranya telah membawa manfaat sistemik.

“Partisipasi publik meningkat, kepercayaan terhadap pemerintah tumbuh, dan pembangunan menjadi lebih berkelanjutan,” kata Tokar.

Hal ini menjadi pelajaran penting bagi pemerintah daerah: pengarusutamaan gender bukan beban administratif, tapi strategi cerdas untuk pembangunan jangka panjang.

Meskipun pendampingan pusat terus diberikan, Kemen PPPA menegaskan bahwa kunci keberhasilan tetap terletak pada komitmen kepala daerah dan DPRD. Tanpa dukungan politik, kebijakan dan program tak akan berjalan efektif di lapangan.

RPJMD 2025–2029 harus menjadi titik balik pembangunan yang inklusif dan responsif. Integrasi isu gender, hak anak, dan wajib belajar prasekolah bukan lagi sekadar komponen tambahan, melainkan prasyarat menuju Indonesia Emas 2045./ Kemendikdasmen

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses