Program BSU 2025 Menuai Kritik, Tak Sentuh Pekerja Rentan dan Sektor Informal

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengkritik tajam program Bantuan Subsidi Upah (BSU) 2025 senilai Rp600.000 yang digulirkan pemerintah sebagai pengganti diskon tarif listrik 50%.
Ia menilai kebijakan ini berpotensi menciptakan ketimpangan baru, karena hanya menyasar pekerja formal yang aktif dalam BPJS Ketenagakerjaan hingga April 2025.
“Masih banyak pekerja berpenghasilan rendah yang belum terdaftar atau kesulitan mengakses BPJS Ketenagakerjaan, khususnya pekerja sektor informal dan mikro,” tegas Nurhadi dikutip dari laman DPR.
BSU 2025 Dinilai Tidak Inklusif
Program BSU yang diluncurkan melalui Permenaker No. 5 Tahun 2025 hanya dapat diakses oleh, WNI, pekerja aktif BPJS Ketenagakerjaan, bergaji maksimal Rp3,5 juta, bukan ASN, TNI, Polri dan tidak menerima bantuan sosial lainnya
Padahal, kata Nurhadi, syarat tersebut mengecualikan jutaan pekerja yang justru paling rentan, terutama mereka yang bekerja tanpa perlindungan formal, seperti petani, pedagang kaki lima, buruh lepas, nelayan, dan driver ojol.
“Yang justru paling membutuhkan bantuan, malah tidak masuk kriteria hanya karena belum menjadi peserta BPJS,” ujarnya.
Perusahaan Tak Daftarkan Pekerja ke BPJS
Nurhadi juga menyoroti banyaknya perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke dalam BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini, menurutnya, menjadi penghambat besar akses pekerja terhadap berbagai program perlindungan sosial pemerintah.
“Ini problem klasik. Banyak karyawan yang bekerja puluhan tahun, tetapi saat di-PHK tidak menerima pesangon karena tak pernah didaftarkan ke BPJS,” ujarnya.
BACA JUGA :
Penurunan Peserta BPJS Jadi Alarm Bahaya
Berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan (BP Jamsostek),Desember 2024: 45,22 juta peserta aktif. Maret 2025: 40,2 juta. April 2025: turun lagi menjadi 39,7 juta
Penurunan peserta ini justru terjadi saat stimulus BSU akan disalurkan, yang artinya cakupan bantuan makin sempit.
“Ini jelas menjadi alarm bahwa pendekatan bantuan berbasis kepesertaan BPJS belum menjangkau mayoritas tenaga kerja nasional,” tegas Nurhadi.
Desak Pemerintah Lakukan Evaluasi Menyeluruh
Meski mendukung tujuan BSU untuk menjaga daya beli, Nurhadi menilai pemerintah perlu berhenti dengan solusi parsial dan segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi bantuan sosial.
Ia juga mendesak adanya terobosan strategis untuk memperluas kepesertaan BPJS, terutama untuk pekerja informal dan non-upah.
“Jangan sampai program bantuan justru menjadi sumber ketimpangan baru dan memperbesar beban rakyat kecil,” tegas legislator dari Komisi IX ini.
Dorong Perlindungan untuk Pekerja Informal
Lebih jauh, Nurhadi menegaskan pentingnya memperjuangkan jaminan sosial bagi pekerja nonformal sebagai bagian dari keadilan sosial. Ia menyebut bahwa BPJS Ketenagakerjaan bukan hanya hak pekerja kantoran, melainkan juga hak bagi setiap orang yang bekerja.
“Petani, nelayan, pedagang kecil, driver ojol hingga pekerja kreatif pun berhak atas perlindungan kerja. Jangan sampai mereka tak terlindungi saat kecelakaan atau di hari tua,” pungkas Nurhadi.
BACA JUGA