Yusril : Pelindungan TNI terhadap Jaksa Bukan Militerisasi, Tapi Penguatan Hukum Negara

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam pelindungan terhadap jaksa tidak melanggar hukum dan bukan bentuk militerisasi penegakan hukum.
Yusril menyoroti bahwa kebijakan tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI serta dikuatkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2025 yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Mei 2024.
“Langkah ini bukan bentuk intervensi militer, tapi wujud tanggung jawab negara terhadap kedaulatan hukum dan stabilitas nasional,” tegas Yusril di Jakarta.
TNI Fokus pada Ancaman Strategis, Polri Tangani Perlindungan Personal
Perpres 66/2025 secara tegas mengatur pembagian tugas antara TNI dan Polri. Pasal 5 menyebutkan bahwa Polri bertanggung jawab terhadap pelindungan pribadi jaksa, keluarga, dan asetnya.
Sementara itu, Pasal 9 memberi kewenangan kepada TNI untuk memberikan pelindungan institusional dalam situasi ancaman strategis—seperti kasus korupsi besar, konflik bersenjata, dan operasi penegakan hukum di wilayah rawan, termasuk Papua dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
“TNI hanya dikerahkan dalam situasi yang mengancam integritas institusi kejaksaan. Tugas perlindungan personal tetap menjadi domain Polri,” jelas Yusril, dilansir dari infopublik.id
BACA JUGA :
Perpres 66/2025 Dirancang untuk Jaga Independensi Kejaksaan
Perpres ini terdiri dari enam bab dan 13 pasal, yang secara eksplisit menyatakan hak jaksa atas pelindungan negara dari ancaman fisik dan nonfisik. Implementasinya menekankan koordinasi antara Kejaksaan Agung, TNI, dan Polri dengan tetap menjunjung prinsip legalitas dan demokrasi.
“Ini bukan militerisasi. Ini penguatan hukum negara menghadapi ancaman strategis nyata,” ujar pakar hukum tata negara tersebut.
Melalui telegram resmi pada 6 Mei 2025, Panglima TNI telah mengerahkan personel dan perlengkapan untuk mendukung pengamanan Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Negeri di seluruh Indonesia.
UU TNI Digugat di MK: Dinilai Cacat Formil dan Materiil
Meski demikian, kebijakan ini menuai gugatan. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji formil dan materiil terhadap UU No. 3 Tahun 2025 pada Kamis, 22 Mei 2025. Empat perkara—Nomor 45, 55, 69, dan 79/PUU-XXIII/2025—diajukan oleh berbagai elemen masyarakat, termasuk mahasiswa dan aktivis sipil.
Isu pokok gugatan, yakni karena cacat formil karena tidak melalui mekanisme carry over sesuai Pasal 71A UU No. 15 Tahun 2019 (UU P3).
Termasuk, pengesahannya supercepat hanya dalam lima hari, berbanding terbalik dengan RUU lain yang lebih pro-rakyat seperti RUU PRT dan RUU Perampasan Aset.
Uji materi pasal kontroversial, termasuk, Pasal 7 ayat (4) tentang OMSP, yang diminta agar hanya dapat diatur melalui undang-undang.
Pasal 47 ayat (1) dan (3) tentang penempatan prajurit dalam jabatan sipil, dianggap berpotensi melanggar prinsip supremasi sipil.
“UU TNI tidak memiliki urgensi hukum yang sah. Penyusunannya tergesa dan melangkahi prosedur formal,” kata Nicholas Indra, kuasa hukum pemohon.
Para pemohon meminta MK menyatakan UU TNI cacat secara formil dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat kecuali ditafsirkan secara ketat.
BACA JUGA