Defisit APBN Melebar Jadi Rp204,2 Triliun di Semester I 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Tekan Surat Utang

JAKARTA, Inibalikpapan.com – Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga semester I 2025 tercatat melebar signifikan. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat defisit mencapai Rp204,2 triliun atau setara 0,84 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Angka ini melonjak dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen dari PDB.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pelebaran defisit APBN hingga akhir 2025 diperkirakan akan mencapai 2,78 persen dari PDB atau setara Rp662 triliun. Proyeksi ini lebih tinggi dari asumsi awal dalam Undang-Undang APBN 2025 sebesar 2,53 persen dari PDB atau Rp616,2 triliun.
“Defisit naik menjadi Rp662 triliun atau 2,78% dari PDB. Ini memang lebih lebar dari target awal, tetapi tetap dalam batas yang terkendali dan dikelola dengan hati-hati,” ujar Sri Mulyani dikutip dari Info Publik
Manfaatkan SAL, Pemerintah Kurangi Ketergantungan pada Surat Utang
Untuk meredam tekanan terhadap pembiayaan defisit, pemerintah mengambil langkah strategis dengan mengusulkan pemanfaatan Sisa Anggaran Lebih (SAL) sebesar Rp85,6 triliun. Total SAL 2024 yang tersedia tercatat mencapai Rp457,5 triliun.
Sri Mulyani menyatakan bahwa pemanfaatan SAL ditujukan untuk mengurangi kebutuhan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) baru, sekaligus menopang belanja prioritas dan kewajiban jangka pendek pemerintah.
“Penggunaan SAL akan membantu menekan penerbitan utang baru dan memberi ruang fiskal lebih fleksibel untuk mengelola APBN, terutama jika defisit membesar,” tegasnya.
Menurut Menkeu, keputusan akhir pemanfaatan SAL akan menyesuaikan dengan kondisi realisasi defisit di semester II, namun persetujuan DPR sudah dikantongi sebagai antisipasi.
Tekanan Fiskal Meningkat, Pemerintah Fokus Kelola Risiko
Pelebaran defisit di paruh pertama 2025 terjadi di tengah tekanan belanja prioritas seperti program Makanan Bergizi Gratis (MBG), subsidi energi, dan belanja modal strategis. Di sisi lain, penerimaan negara dari pajak dan bea cukai cenderung melambat akibat penyesuaian ekonomi domestik dan global.
Dengan kombinasi pengelolaan kas negara dan instrumen pembiayaan yang hati-hati, pemerintah berupaya menjaga stabilitas fiskal agar tetap dalam koridor aman, tanpa membebani pasar obligasi dan likuiditas keuangan.
BACA JUGA