Potret Ketenagakerjaan 2025: Angkatan Kerja 153 Juta, Pengangguran 7,28 Juta

JAKARTA, Inibalikpapan.com — Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengungkap data terkini ketenagakerjaan nasional untuk menepis informasi menyesatkan yang kerap beredar di ruang publik dan menimbulkan kepanikan.
Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga, menyampaikan penjelasan itu dalam diskusi Double Check bertajuk “Lapangan Kerja, UMKM & Kemandirian Ekonomi Indonesia”, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (21/6/2025).
“Kadang-kadang banyak data asal-asalan yang berkembang dan membuat situasi mencekam. Karena itu, saya perlu sampaikan data resminya agar tidak terjadi misinformasi,” tegas Sunardi.
Total Penduduk Usia Kerja
Sunardi menjelaskan, total penduduk usia kerja Indonesia (15 tahun ke atas) saat ini mencapai 216,79 juta jiwa, dengan jumlah angkatan kerja 153,05 juta orang. Dari angka tersebut, 145,77 juta bekerja, sementara 7,28 juta masuk kategori pengangguran terbuka.
Sebanyak 63,74 juta jiwa tergolong bukan angkatan kerja. Rinciannya:
- Masih sekolah: 16,78 juta
- Mengurus rumah tangga: 38,29 juta
- Pensiunan dan lainnya: 8,67 juta
Namun, yang menjadi sorotan adalah dominasi sektor informal yang mencapai 56,57% dari total pekerja, jauh lebih besar dibanding sektor formal yang hanya 38,67%.
“Sektor informal ini mencakup pekerja tidak tetap, buruh harian, dan setengah pengangguran. Ini menunjukkan perlunya perhatian lebih terhadap perlindungan sosial mereka,” jelas Sunardi.
Tingkat Pengangguran Tertinggi Masih dari Lulusan SMK
Dari sisi pendidikan, lulusan SMK menempati urutan tertinggi dalam tingkat pengangguran:
- SMK: 9,0% (1.840.162 orang)
- SMA: 7,1%
- Diploma: 4,8%
- Universitas: 5,3% (842.378 orang)
- SD-SMP: 2,9%
Tingginya pengangguran dari lulusan SMK mencerminkan ketimpangan antara dunia pendidikan vokasi dan kebutuhan dunia kerja, serta rendahnya serapan industri terhadap tenaga kerja terampil dari sekolah menengah kejuruan.
BACA JUGA :
Angka Kecelakaan Kerja Meningkat, Perlindungan Pekerja Masih Lemah
Sunardi juga menyoroti lonjakan angka kecelakaan kerja yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Ia menegaskan bahwa perlindungan pekerja harus menjadi prioritas utama, baik dari sisi keselamatan kerja maupun jaminan sosial.
“Data menunjukkan kasus kecelakaan kerja kita sudah mencapai ratusan ribu per tahun. Ini sangat memprihatinkan dan tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.
Menurutnya, perusahaan wajib menyediakan alat pelindung diri (APD), standar keselamatan kerja, serta menjamin pekerja melalui program jaminan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan.
“Kalau pekerja mengalami kecelakaan dan tidak bisa bekerja, dampaknya bukan hanya untuk dirinya sendiri, tapi juga keluarga yang bergantung padanya,” ujarnya.
BPJS Ketenagakerjaan Jadi Kunci Perlindungan dan Akses Bantuan
Kemnaker juga mengimbau pekerja untuk proaktif memperjuangkan haknya, termasuk melaporkan perusahaan yang tidak mendaftarkan karyawan ke dalam BPJS Ketenagakerjaan.
“Kalau tidak didaftarkan, pekerja berhak protes. Karena perlindungan sosialnya hilang. Padahal data BPJS juga dipakai untuk subsidi pemerintah, termasuk subsidi upah,” jelas Sunardi.
Program BPJS Ketenagakerjaan memberikan berbagai manfaat strategis:
- Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
- Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP)
- Akses bantuan pemerintah berbasis data BPJS
Perlindungan Buruh dan Reformasi Sistemik Jadi Tuntutan Mendesak
Dengan dominasi pekerja di sektor informal, tingginya pengangguran terdidik, dan lonjakan kecelakaan kerja, sistem ketenagakerjaan Indonesia memerlukan reformasi menyeluruh. Perlindungan sosial, kepatuhan perusahaan terhadap jaminan ketenagakerjaan, serta literasi pekerja terhadap haknya perlu terus diperkuat.
Kemnaker menegaskan bahwa akses terhadap BPJS Ketenagakerjaan adalah hak dasar, bukan pilihan, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ketenagakerjaan harus lebih tegas.
“Keselamatan kerja dan jaminan sosial bukan formalitas. Ini hak pekerja dan kewajiban moral serta hukum bagi perusahaan,” tutup Sunardi.
BACA JUGA