Top Header Ad
Top Header Ad

DPR Soroti Gelombang PHK: Bukti Sistem Ketenagakerjaan Rapuh, Pemerintah Harus Bertindak!

Ketua DPR, Puan Maharani. (Dok: DPR)
Ketua DPR, Puan Maharani. (Dok: DPR)

BALI, Inibalikpapan.com– Ketua DPR RI Puan Maharani menyoroti serius lonjakan pemutusan hubungan kerja (PHK) diantaranya di Bali, yang dinilainya sebagai sinyal kuat rapuhnya sistem ketenagakerjaan nasional.

Ia mendesak pemerintah pusat dan daerah segera bertindak konkret untuk menghindari badai PHK yang lebih luas.

“Gelombang PHK di destinasi wisata seperti Bali menjadi bukti kerentanan sistem ketenagakerjaan kita. Pemerintah tidak bisa lagi menunda aksi nyata menyelamatkan para pekerja,” tegas Puan dalam keterangannya, dikutip inibalikpapan.

Sejak awal 2025, tercatat sekitar 100 pekerja sektor pariwisata terkena PHK di salah satu hotel besar kawasan Badung, Bali. Penyebab utamanya adalah anjloknya aktivitas MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition) yang selama ini menopang bisnis perhotelan dan pariwisata Bali.

Tak hanya sektor pariwisata, sebanyak 70 karyawan PT Coca Cola Bottling Indonesia juga terkena PHK karena penutupan pabrik mereka di Desa Werdi Bhuwana, Kecamatan Mengwi, yang akan resmi berhenti beroperasi mulai 1 Juli 2025.

“Ini Bukan Kasus Sporadis, Ini Krisis Sistemik”

Puan menegaskan, PHK massal di Bali bukanlah kasus terisolasi. Menurutnya, fenomena ini mencerminkan ketergantungan ekonomi daerah terhadap satu sektor yang rawan goyah jika dihantam dinamika global.

“Kita tidak bisa menganggap gelombang PHK di Bali sebagai kasus sporadis. Ini krisis sistemik. Pemerintah harus bisa menjawab tantangan besar ini dengan langkah nyata, bukan sekadar retorika,” ujar Puan.

Ia juga menilai belum adanya strategi konkret dari pemerintah pusat dan daerah untuk menangani eskalasi PHK yang makin luas, apalagi skema reskilling dan pelatihan bagi korban PHK nyaris tak terlihat.

Dampak Ekonomi dan Sosial PHK Massal

Puan mengingatkan, efek domino dari PHK massal bisa sangat luas: melemahnya konsumsi rumah tangga, naiknya angka pengangguran, dan meningkatnya beban sosial.

“Jangan biarkan narasi pertumbuhan ekonomi hanya riuh di pusat, tapi sunyi di daerah. Jika negara gagal hadir dalam krisis ketenagakerjaan ini, kepercayaan publik bisa runtuh perlahan,” imbuhnya.

BACA JUGA :

Ia menyebut Bali sebagai contoh nyata bahwa ikon pariwisata nasional pun tak kebal terhadap krisis ketenagakerjaan, dan justru terkesan dibiarkan menghadapi gelombang PHK sendirian.

Desakan: Bentuk Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK

Untuk itu, Puan mendorong pembentukan Gugus Tugas Nasional Penanggulangan PHK, dengan fokus awal pada daerah-daerah kritis seperti Bali, Batam, dan kawasan industri Jawa Barat.

Ia juga mengusulkan evaluasi terhadap kebijakan efisiensi anggaran. “Efisiensi harus selektif. Sektor dengan efek berganda seperti MICE tidak bisa disamakan dengan belanja birokrasi biasa,” tegasnya.

Kolaborasi Kementerian, Insentif Sektor Tenaga Kerja Tinggi

Puan menyerukan agar pemerintah segera mengintegrasikan program Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Pariwisata, terutama dalam hal:

  • Pelatihan digital dan keterampilan baru (reskilling),
  • Dukungan untuk wirausaha dan UMKM berbasis pariwisata,
  • Insentif khusus untuk sektor hospitality dan manufaktur yang terbukti menyerap banyak tenaga kerja lokal.

“PHK bukan sekadar data statistik. Ini tragedi sosial yang menyentuh langsung jutaan keluarga Indonesia. Negara harus benar-benar hadir, bukan sekadar tampil di panggung konferensi internasional,” tutup Puan.

Tinggalkan Komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses