Polemik Rencana Kampus Kelola Tambang, Menteri Diktisaintek Pilih Bungkam

YOGYAKARTA, Inibalikpapan.com – Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek), Satryo Soemantri Brodjonegoro, enggan memberikan tanggapan terkait usulan perguruan tinggi diizinkan mengelola tambang. Usulan ini tertuang dalam tambahan pasal Revisi Undang-Undang Minerba yang tengah dibahas.
Saat ditemui di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) usai pelantikan Rektor UNY periode 2025–2030 pada Jumat (24/1/2025), Satryo hanya menjawab singkat ketika ditanya mengenai pembahasan lebih lanjut di kementeriannya terkait usulan tersebut.
“Belum [ada pembahasan lebih lanjut],” ucapnya singkat dilansir dari suara.com jaringan inibalikpapan.
Usulan Tambahan Pasal RUU Minerba Tuai Sorotan
Rencana ini berawal dari pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (RUU Minerba) oleh Badan Legislasi DPR RI. Dalam rancangan tersebut, terdapat pasal yang mengatur agar perguruan tinggi dapat diberikan konsesi tambang.
Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB mengusulkan bahwa perguruan tinggi yang mendapatkan konsesi tambang harus memiliki program studi pertambangan atau geologi. Namun, usulan ini juga belum mendapatkan respons lebih lanjut dari pemerintah.
“Belum dibahas,” tambah Satryo singkat.
BACA JUGA :
Pengamat UGM: Kampus Harus Menolak Usulan Konsesi Tambang
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, mengkritisi keras rencana pemberian konsesi tambang kepada perguruan tinggi. Ia menilai langkah tersebut dapat melemahkan fungsi kontrol perguruan tinggi terhadap pemerintah.
“Diduga tujuan pemberian konsesi tambang ini adalah untuk menundukkan perguruan tinggi agar tidak lagi kritis terhadap pemerintah,” ujar Fahmy pada Rabu (22/1/2025).
Fahmy menegaskan bahwa pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi bertentangan dengan fungsi utama perguruan tinggi yang diatur dalam UU Pendidikan.
Selama ini, perguruan tinggi menjalankan tri dharma pendidikan: pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Namun, mengelola tambang dapat merusak lingkungan, yang justru bertentangan dengan nilai-nilai pelestarian yang selalu dijunjung tinggi oleh institusi pendidikan.
“Dengan mengelola tambang, perguruan tinggi ikut berkontribusi pada kerusakan lingkungan dan rentan terjebak dalam kejahatan pertambangan,” tegas Fahmy.
Selain itu, Fahmy mengkhawatirkan konflik yang berpotensi muncul antara perguruan tinggi dengan masyarakat setempat akibat aktivitas tambang. “Perguruan tinggi yang biasanya menjadi pelindung masyarakat justru bisa terseret ke dalam konflik dan praktik kejahatan tambang hitam,” lanjutnya.
Desakan untuk Mencabut Draft RUU Minerba
Fahmy mendesak DPR RI untuk mencabut pasal usulan dalam draft RUU Minerba tersebut. Jika rancangan itu tetap disahkan, ia berharap perguruan tinggi di Indonesia menolak konsesi tambang tersebut demi menjaga independensi dan komitmen terhadap keberlanjutan lingkungan.
“DPR harus mencabut draft RUU itu. Jika tetap disahkan, perguruan tinggi yang menjunjung hati nurani harus menolak konsesi tambang agar tidak terjadi krisis fungsi kontrol dan demokrasi di Indonesia,” pungkas Fahmy.
BACA JUGA