Tolak Potongan Aplikasi 30 Persen untuk Driver Ojol


JAKARTA, Inibalikpapan.com – Anggota Komisi V DPR RI, Syafiuddin Asmoro, menolak kebijakan pemotongan aplikasi sebesar 30 persen untuk mitra pengemudi ojek online (ojol).
Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan Keputusan Menteri Perhubungan dan memberatkan para pengemudi. Ia mendesak pemerintah segera turun tangan menyelesaikan persoalan ini.
Aturan Pemotongan Aplikasi dalam Keputusan Menteri
Syafiuddin merujuk pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 667 Tahun 2022.
Dalam diktum kedelapan keputusan tersebut, perusahaan aplikasi hanya diperbolehkan mengenakan, Biaya Tidak Langsung: Maksimal 15 persen untuk sewa penggunaan aplikasi. Biaya Penunjang: Maksimal 5 persen untuk dukungan kesejahteraan mitra pengemudi.
“Total potongan aplikasi tidak boleh melebihi 20 persen. Jadi, penerapan potongan sebesar 30 persen jelas melanggar aturan,” tegas Syafiuddin dalam keterangan tertulisnya dikutip inibalikpapan.
Dampak Kebijakan yang Melanggar Aturan
Dia mengkritik keras kebijakan potongan 30 persen oleh perusahaan aplikasi. Menurutnya, kebijakan tersebut tidak hanya melanggar aturan tetapi juga merusak tatanan dan berdampak buruk pada kesejahteraan pengemudi ojol.
BACA JUGA :
“Kami meminta perusahaan aplikasi mentaati aturan yang ada. Jangan membuat kebijakan yang melanggar, karena hal itu akan merugikan dan menyengsarakan driver ojol,” ujarnya.
Sanksi untuk Pelanggaran
Dalam Keputusan Menteri Perhubungan, juga disebutkan bahwa jika perusahaan aplikasi melanggar penerapan biaya jasa, biaya tidak langsung, atau biaya penunjang, Kementerian Perhubungan dapat mengeluarkan rekomendasi sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.
“Perusahaan aplikasi tidak boleh seenaknya menerapkan potongan. Jika melanggar, mereka akan dijatuhi sanksi,” tegas Syafiuddin.
Ancaman Pemanggilan Perusahaan Aplikasi
Syafiuddin mengingatkan bahwa Komisi V DPR RI telah membahas masalah potongan aplikasi dalam pertemuan sebelumnya dengan pihak aplikator. Oleh karena itu, perusahaan aplikasi seharusnya sudah memahami dan mematuhi aturan yang berlaku.
“Jika mereka ngotot menerapkan potongan 30 persen, kami akan panggil mereka. Ini bukan hal main-main,” ujarnya.
Peran Pemerintah dalam Penyelesaian Masalah
Syafiuddin meminta pemerintah, terutama Kementerian Perhubungan dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), untuk bersikap tegas. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antar kementerian dalam menyelesaikan masalah ini demi melindungi kesejahteraan pengemudi ojol.
“Pemerintah tidak boleh saling lempar tanggung jawab. Kementerian Perhubungan dan Komdigi harus bekerja sama dan bersikap tegas terhadap perusahaan aplikasi,” pungkasnya.
Tanggapan dari Grab Indonesia
Chief of Public Affairs Grab Indonesia, Tirza Munusamy, menanggapi keluhan asosiasi ojol Garda Indonesia terkait potongan aplikasi yang mencapai 30 persen. Tirza menyatakan bahwa kebijakan tersebut tidak melanggar aturan dan merupakan bentuk bagi hasil antara perusahaan aplikator dan mitra pengemudi.
Ia menjelaskan bahwa sebagian dari biaya layanan digunakan untuk mendukung pengemudi, seperti operasional, insentif, beasiswa, dan asuransi kecelakaan. Namun, hal ini tetap menuai kritik dari berbagai pihak, termasuk legislator.
Syafiuddin menegaskan bahwa kebijakan potongan aplikasi yang melampaui 20 persen harus dihentikan. Pemerintah perlu bertindak cepat dan tegas agar kesejahteraan pengemudi ojol dapat terjamin, serta mencegah perusahaan aplikasi bertindak di luar aturan yang telah ditetapkan.
BACA JUGA